Jumat, 02 Februari 2018

Al-Mulk Ayat 2


Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2)
            
Surat al-Mulk adalah surat ke-67 dalam al-Qur'an. Surat ini tergolong surat Makkiyah, terdiri atas 30 ayat. Dinamakan al-Mulk yang berarti kerajaan diambil dari kata al-Mulk yang yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Surat ini disebut juga dengan surat Tabaarak yang berarti Maha Suci sebuah kata yang mengawali surat ini. Bagi sebagian masyarakat awam surat ini merupakan surat pilihan yang dijadikan amalan favorit di waktu-waktu tertentu. Qarina edisi ini tak akan membahas fadhail atau keistimewaan surat urutan pertama dalam juz 29 ini. Pembahasan yang akan disampaikan yaitu dua pesan yang terkandung dalam surat ini.

Sesuatu yang menggelitik muncul ketika membaca ayat ini. Sesuatu itu adalah kenapa Allah menyebutkan kematian lebih dahulu baru kehidupan. Mengapa tidak hidup dulu baru mati? Padahal dalam kenyataan yang sedang dihadapi saat ini menurut logika lebih pantas dan enak untuk menyebutkan kehidupan terlebih dahulu daripada kematian. Hal ini sesuai dengan kondisi nyata bahwa umat yang diseru melalui pesan surat ini dalam keadaan hidup. Yang kedua adalah penciptaan makhluk mempunyai tujuan khusus yaitu diuji. Pengujian inilah yang kemudian memunyai tujuan akhir ahsanu ‘amalaa.

Pembahasa pertama terlebih dahulu ternyata ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh para ulama mengenai penyebutan kematian terlebih dalam surat al-Mulk ayat 2, sebagiannya adalah berikut ini: alasan pertama: karena kematian itu akan kita temui di dunia. Sedangkan kehidupan yang hakiki adalah di akhirat. Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Kematian akan ditemui di dunia, sedangkan kehidupan hakiki adalah di akhirat.” Alasan kedua: Segala sesuatu diawali dengan tidak adanya kehidupan terlebih dahulu seperti nuthfah, tanah dan semacamnya. Baru setelah itu diberi kehidupan. Alasan ketiga: Penyebutan kematian lebih dulu supaya mendorong orang untuk segera beramal sebelum kematian menjemput. Alasan keempat: Kematian itu ditafsirkan sebuah wujud yang masih berupa nuthfah (air mani), mudhghah (sekerat daging) dan ‘alaqah (segumpal darah), sedangkan kehidupan jika sudah tercipta wujud manusia dan ditiupkan ruh di dalamnya.

Sebagian ulama menyimpulkan dari makna ayat ini bahwa maut itu adalah hal yang konkret, karena ia adalah makhluk (yang diciptakan). Karena kematian itu adalah tanda dan alamat kebinasaan yang paling nyata, walaupun seseorang terkenal dan memilki harta yang begitu banyak namun akhir dari segalanya adalah kematian. Disebabkan karena kematian tidak ada pilihan kecuali 2, adapun kehidupan di hadapan kita ada banyak pilihan namun kematian setelahnya adalah sesuatu yang berat apakah surga atau neraka.

Bahasan yang kedua ialah bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zarah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Khulaid, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: “Yang menjadikan mati dan hidup”. (Al-Mulk: 2) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan menjadikan dunia negeri kehidupan, lalu negeri kematian. Dan Dia menjadikan akhirat sebagai negeri pembalasan, lalu negeri kekekalan”. Mamar telah meriwayatkan hadis ini dari Qatadah. Firman Allah Swt. “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk: 2) Yakni yang terbaik amalnya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Ibnu Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya.

Berikut ini beberapa tafsiran mengenai “siapakah yang lebih baik amalnya”: Pertama: siapakah yang paling baik amalannya di antara kita dan nanti masing-masing di antara kita akan dibalas. Kedua: siapakah yang paling banyak mengingat kematian dan paling takut dengannya. Ketiga: siapakah yang paling gesit dalam melakukan ketaatan dan paling berhati-hati dari perkara yang haram. Keempat: siapakah yang paling ikhlas dan paling benar amalannya. Amalan tidak akan diterima sampai seseorang itu ikhlas dan benar dalam beramal. Menurut Fudhail bin ‘Iyadh, yang dimaksud ikhlas adalah amalan tersebut dikerjakan hanya karena Allah dan yang dimaksud benar dalam beramal adalah selalu mengikuti petunjuk Nabi. Kelima: siapakah yang lebih zuhud dan lebih menjauhi kesenangan dunia. Yang terkahir ini merupakan pendapat dari imam al-Hasan al-Bashri.

Dari paparan di atas bisa diambil simpulan yaitu kematian adalah sesuatu yang nyata dan niscaya. Bersiaplah dengan kedatangannya yang kadang tiba-tiba tanpa tanda-tanda. Berbekallah dengan sebaik-baik bekal, yaitu amal yang ikhlas dan benar. Tak perlu banyak namun cukup kualitas tinggi yang diupayakan secara maksimal dan optimal. Nah, rekan Nasyiah siap berlomba untuk jadi yang terbaik? Waktu tak kan bisa menunggu, jika tidak sekarang kapan lagi. Kami tunggu kiprah rekan-rakan di Nasyiah wujudkan ahsanu ‘amalaa dengan apa yang dimilliki.