Jumat, 20 Maret 2020

Bagai Ramadan Datang Lebih Awal


Jumat pertama sejak belajar, bekerja, dan beribadah di rumah diberlakukan. Masih di ruang tempat segala buku dan kertas berserak. Tampak pagi cerah, sama seperti hari-hari yang terlalu. Jalanan tampak sepi, suara tetangga yang memiliki anak banyak pun tak terdengar pagi ini. Sungguh senyap, hanya ada tingkah burung pipit yang cuit merdu dan tak begitu nyaring berseling dengan kokok gagah ayam jantan tetangga.

“Apa corona tega merusak pagi yang secerah dan secantik ini?”, seketika batinku berbisik.

Sunyi sepi, senyap yang ada. Sedikit yang berlalu di atas aspal jalan depan rumah. Ah, seperti suasana Ramadan rasanya. Ya, suasana hari pertama bulan mulia itu biasanya seperti ini yang dirasakan. 

“Apakah kali ini anjuran pemerintah berhasil meyakinkan warga untuk tinggal di rumah saja?”, telisik batin seperti itu.

Apa pun yang ada di benak kebanyakan masyarakat, untuk tetap tinggal di rumah harusnya menjadi pilihan. Apalagi bagi mereka yang tak memiliki kepentingan primer untuk beranjak dari kediaman. Itu lebih baik, dengan harapan proses untuk meminimalisir dan memutus mata rantai penyebaran virus ini akan efektif. 

Bicara Ramadan, memang tak akan lama lagi menjelang. Ada bayangan yang berkelabat di angan, akan seperti apa Ramadan nanti di tengah pandemi. Disinyalir menurut berita yang didengar dari berbagai sumber, Ramadan belum tentu menjadi tempo virus ini hengkang dari bumi Indonesia. Mengira akan seperti apa Ramadan tahun ini. Tarawih, taklim, tarling, dan bukber bisa jadi absen dari program tahunan saat ini. Tarawih masih bisa dilakukan di dalam rumah, kuliah subuh masih bisa dialihkan secara onine lewat aplikasi yang bisa diunduh. Tarawih keliling dan buka bersamalah yang akan dicoret dari agenda Ramadan kali ini. 

Dua kegiatan tersebut memilliki keseruan tersendiri saat Ramadan tiba. Tarawih keliling berikut bukbernya selalu dinanti para warga persyarikatan. Mulai dari lokasi yang dituju sampai pada menu buka dan makan malam yang disajikan. Ah, itu sich bukan perkara utama walau tak jarang menjadi bahan perbincangan, bagi kaum hawa tentunya, haha.

Jadi sedih menulis itu. Pagi ini semoga tidak banyak berubah, karena berharap program pemerintah berhasil diterapkan di masyarakat sampai ke tingkat bawah. Wabah, semoga segera berakhir. Kami, kaum Muslimin ingin menyambut dan mengisi Ramadan dengan kekhusyukan tanpa disisipi rasa khawatir dan takut.

A_Kar
Singaparna, 20 Maret 2020
#imbascoronaharikelima

Kamis, 19 Maret 2020

Niat Baik


Kamis adalah hari tersantai dari sekian hari yang dimiliki di jadwal efektif belajar. Hanya dua kelas jadwal yang ada di hari ini. Jam sembilan pagi ini sudah agak santai karena kelas pagi pun telah usai. Sejenak melihat keluar jendela, jalan memang tak banyak dilalui lalu lalang orang. Biasanya di jam seperti ini orang-orang yang pergi ke pasar sedari pagi telah pulang ke rumah masing-masing. Tempat tinggal ini memang hanya berjarak lebih kurang 300 meter dari alun-alun. Lokasi pasar biasa berada di seputarnya berdampingan dengan terminal dan berseberangan dengan masjid agung dan gedung dakwah.
Pandangan dikembalikan ke layar monitor, menekuni kembali tugas bekerja di rumah. Tak berapa lama sayup terdengar beberapa tetanggan mulai menyiarkan pita suaranya. Sekonyong-konyong tertangkap telinga sebuah percakapan menarik. Sang tetangga bertanya pada seorang ibu yang baru saja pulang dari pasar. Kira-kira seperti ini percakapan mereka yang terdengar.
“Ceu teu sieun kaluar ti bumi?”,, tetangga seperti itu berujar.
“Atuda ek kumaha? Da urang mah boga niat hade kaluar ti imah teh, Allah ge Maha Uninga. Maenya ku niat hade Allah moal nangtayungan.”
Itu sekilas percakapan yang bisa ditangkap gendang telinga. Demi mendengar itu, hati terasa  miris. Bagaimana program pemerintah akan berhasil memutus mata rantai penyebaran virus ini jika memang situasi dan kondisi tidak meyakinkan sebagian orang untuk tinggal di rumah. Terlintas di dalam benak, apakah orang-orang yang sengaja tinggal di dalam rumah tak punya niat baik? Ah, mungkin hal ini tak bisa diperdebatkan karena beberapa hal akan menjadi sebuah pembenaran di atas banyak alasan.
Yang tetap tinggal di rumah, tentu memililki niat baik untuk patuh pada anjuran pemerintah. Yang meninggalkan rumah di saat wabah pun tentu punya alasan untuk mencari penghidupan dan kehidupan. Semua memiliki alasan masing-masing dan satu sama lain tidak boleh saling menghakimi tanpa paham substanti. Mereka semua punya niat baik, namun ada yang sesuai dengan aturan yang diberlakukan dan ada yang tidak.
Keduanya memiliki resiko masing-masing baik atau buruk tanpa melihat tepat atau tidak tepat. Yang berdiam #dirumahaja bukan berarti lebay, parno, atau bahkan tidak beriman. Yang keluar rumah juga bukan berarti bermaksud melanggar, terlalu PD, atau beriman teguh. Tidak, keduanya pada tataran pemahaman, selain cangkang semua hal itu ada isinya. Pemahaman terhadap isi inilah yang seharusnya dibumikan, disadarkan, dibahas, dan dikupas tuntas. Apakah kita selama ini hanya berebut dan berdebat cangkang saja tanpa isi? Jawab saja sendiri.


A_Kar
Singaparna, 19 Maret 2020
#imbascoronahariketiga

Rabu, 18 Maret 2020

Rindu yang Mengharu


Pagi ini, saat akan memulai proses belajar dalam jaringan, tiba-tiba telepon pintar ini berdering. Ups, ternyata ada panggilan video. Ouwh..! mengajak teleconference ternyata. Ah, kawan ini, tak terbayang mungkin kalau kami harus terpisah oleh waktu dan tempat. Terbiasa dengan rutinitas saling sapa, cium pipi kiri kanan, berbincang sejenak sebelum masuk kelas dan lain-lain. Pagi ini, yang ada sedikit senyap, hanya ada suara anak-anak yang meminta bantuan untuk menuntaskan tugas dari guru mereka masing-masing. Sedangkan kami harus terhubung juga dengan anak didik melalui dunia maya.
Irama yang memang membutuhkan adaptasi baru. Ada kehilangan yang akan menetap sejenak di labirin kehidupan. Ini baru hari kedua, kami sudah membayangkan bagaimana kekosongan ini akan diisi. Gelak tawa di ruang guru sambil menyantap makanan yang dibawa dari rumah masing-masing, akan terjeda. Ada suasana yang akan hilang sejenak di relung sanubari. Gurauan spontan yang membuat suasana meriah terpetikan sementara. Labirin hati pun akan sunyi seiring suasana belajar di rumah yang belum menentu.
Ah, tampak wajah-wajah sahabat yang seharusnya bertemu berdekat fisk, kini hanya bisa ditatap lewat layar telepon pintar. Raut yang akan selalu terpaut walau jarak dan waktu memisahkan. Senyum dan tawa masih terukir, saling tatap tanpa cemas, dan hanya doa teriring semoga bisa melalui ini dengan sehat.
Wajah emakku jauh di Ciamis nampak gembira dengan piring yang ada di hadapannya. Rupanya sedang sarapan saat ponselnya berbunyi mengajak video call. Wajah yang akan dirindu karena ia mampu segarkan suasana. Celetukannya yang spontan dan tak dibuat-buat mampu mengajak perut ini sakit karena menahan tawa. Beberapa aksinya saat berbincang hangat sempat diabadikan lewat kamera video ponselnya atau milik kawan yang lain. Gayanya yang khas ketika bicara pun sudah membuat kami tertawa. Perjuangannya menempuh perjalanan dari rumah di dusun Cariu Ciamis tak membuatnya mengeluh untuk mengabdi. 

Jarak tempuh yang jauh inilah yang membuat ia selalu menampilkan ciri khasnya. Apakah itu? Setumpuk nasi di tupperware berwarna oranye. Kalau melihat, jangan heran kalau warna oranyenya sudah mulai memudar. Tapi ingat, mereknya itu lho, tupperware, dan kita pun bisa tertawa bersama, hahaha. Nasi segitu kita santap sama-sama, lauknya dari kawan lain yang menggondolnya dari rumah. Jika tidak, kami akan beli bareng-bareng berupa gehu, bala-bala, pecel itu sudah lebih dari cukup dibanding kebersamaan yang kami bangun. Salah satu perempuan pejuang yang menjadi inspirasi. Semoga sehat selalu ya, Mak, dan kita bisa berjumpa lagi.

Lain lagi dengan perempuan tangguh yang satu ini. Ia pekerja keras, bisa jadi sangat keras. Perjuangannya memenuhi kebutuhan hidup ia dan anaknya semata wayang tak bisa disangsikan lagi. Menatapnya lewat layar ponsel membuat kami tertawa. Mengapa? Ia kadang konyol, namun ia cerdas sebagai pribadi pembelajar. Kecerdasannya tercermin dari jok-joke ringan yang selalu meluncur dari lisannya. Kata para ahli, salah satu ciri orang yang cerdas adalah mereka yang punya rasa humor yang tinggi. Ia sepertinya tak pernah kehabisan kata dan ide jika obrolan kami telah penuh dengan candaan.

Tak pernah ia mengeluh dengan keadaannya. Satu hal yang sangat salut dan sulit dipercaya, ia selalu berbagi dengan sesama. Tidak pernah pelit jika ada rejeki, tak pernah itungan ketika berbelanja. Banyak belajar darinya tentang arti ketulusan. Pernah ia mengkhawatirkan keadaan seorang anak didik yang hanya dirawat oleh neneknya di rumah yang tak layak huni bagi sebagian besar manusia. Sering melihatnya memberi uang jajan atau ongkos untuk anak didik tersebut. Haru, dengan keadaannya ia masih mampu berbagi. Itu yang menjadikan hati ini lunak untuk selalu berbagi dengan sesama tanpa harus berhitung dan dihitung. Satu hal yang selalu dipanjatkan untuknya, agar Allah berkenan mengutus hamba-Nya yang saleh untuk jadi pendamping hidupnya.
Perempuan ketiga adalah perempuan modis. Ah, kalau ini penyuka India yang bisa dikatakan fanatik. Wajahnya pun mirip salah satu pemain Bollywood yang terkenal. Karena itu kadang ia kupanggil Sri Devi. Kecintaan terhadap India terlihat dari lagu yang ia putar kala mengerjakan sesuatu di komputer jinjing. Kadang merasa risi, hahaha... karena penulisa bukanlah penikmat lagu apalagi film India. Cantik wajahnya selalu berserasi dengan assessoris dan pakain yang dipakai. Masalah barang branded, ia bisa jadi acuannya, mulai dari tas, jam tangan, dompet, sampai sepatu. Dengan keadaannya seperti itu, ia pun menjadi salah satu kawan yang dermawan, senang berbagi, apa pun itu. Soal makanan sih, sudah tak berbilang, malah ia suka menjajani kami kudapan saat istirahat. Pribadi yang mau belajar, tak malu bertanya, saat ditegur suatu hal pun berhati lebar dan berpikiran positif.
Ah, bercerita tentang kalian jadi sedih. Haru, dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki selalu menjadi pelengkap dan pemanis kehidupan yang dijajaki. Ciamis, Salau, Cikunir, Singaparna teramu jadi satu, seolah tak rela jika satu sama lain terurai. Lama mungkin kita akan jumpa lagi, tapi hati tetap menyisakan ruang untuk mengingat kalian. Semoga wabah ini cepat berlalu dan kita bisa bersua dengan apa adanya kita dahulu. Berteman, berkawan, bersahabat, bersenda gurau, serta berbagi. Satu yang selalu kupanjatkan agar kalian beserta kawan yang lain selalu sehat wal afiat dan diberkahi. Maafkan salah yang pernah terjadi, masuki Ramadhan dengan jernih hati. Semoga selepas Idul Fitri kita akan bersama lagi berbagi kembali, amin.

A_Kar
Singaparna, 17 Maret 2020
#harikeduaimbascorona