Selasa, 26 November 2019

Menggapai Anugerah Cinta


http://picpulp.com/cute-love-pictures/

Cinta itu anugerah maka berbahagialah
Karena kita sengsara jika tak punya cinta


Nukilan dari sebuah lagu di atas memang benar adanya. Keberlangsungan hidup seluruh mahluk di dunia ini berawal dari cinta. Cinta mencintai merupakan fitrah yang Allah berikan kepada seluruh umat tak terkecuali. Nikmat ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah yang terdapat dalam asmaNya.

Cinta bisa menjadi anugerah, bisa juga jadi malapetaka. Cinta menjadi sebuah anugerah jika ia berjalan sesuai kehendak Sang Memberi cinta. Ia pun akan menjadi sebuah bencana dan malapetaka jika berjalan tidak di atas jalur yang Allah berikan.

Mencintai bukanlah hak perogratif salah satu jender. Perempuan bisa jadi subjek yang mencintai atau merasakan jatuh hati terlebih dahulu daripada lawan jenisnya. Merasakan jatuh cinta itu merupakan sebuah hal yang tak bisa dikatakan. Ringan atau sulit, namun sejarah  manusia mencatat cinta bisa membuat orang mabuk kepayang dan hilang akal. Hal inilah yang harus dihindari sehingga cinta yang kedudukannya sebuah anugerah tidak lantas menjadi petaka.

Seorang perempuan yang berada di bawah adat  ketimuran, mengungkapkan cinta terhadap lawan jenis masih sangat jarang terjadi, walau bukan tabu sifatnya. Lalu bagaimanakah jika cinta itu bersemi dan mendiami lubik sanubari yang paling dalam. Sebagai perempuan yang lebih menjunjung budaya malu, bisa mengupayakan hal ini dengan berkomunikasi dengan orang terdekat. Sahabat, orang tua, guru kajian, ustadz atau ustadzah yang terpercaya, murabbi atau yang lainnya bisa menjadi sahabat berbai tentang perasaan tersebut. Dari sanalah jalan keluar masalah hati ini bisa terselesaikan, apalagi jika mengetahui lawan jenis yang dicintai memiliki personal yang baik dalam mengamalkan agama.

Dalam hal ini bisa bercermin dari kisah Ibunda Khadijah binti Khuwailid yang menaruh hati pada Muhammad saat itu. Diungkapkanlah perasaan itu pada Maisarah, delegasi sang saudagar untuk misi ini. Khadijah, dengan kepribadian yang luhur dan agung mencintai Muhammad Al-Amin dengan cara yang suci. Tanpa mengumbar perasaan, tanpa menyatakannya dengan tatap muka langsung, sampailah pesan hati Khadijah pun pada Muhammad. Inilah yang bisa dilakukan oleh para muslimah pendamba surga dalam mengutarakan dan mewujudkan rasa cinta pada lawan jenis. Terhormat, luhur, dan halal itulah jalan yang harus ditempuh agar cinta sebagai anugerah bisa tercapai. Cinta luhur dan suci berhak berlabuh pada sebuah dermaga melalui bahtera yang dikontruksi dengan cermat dan bertanggung jawab. Selamat menata hati, muslimah shalihah.

Jumat, 15 November 2019

Bergerak dalam Keterbatasan

Mengikuti sebuah akun literasi di instagram melabuhkan diri pada tantangan 30 hari ini. Awal perjumpaan langsung tertarik, walau bukan cinta pada pandangan pertama. Rasa ragu sempat datang menghampiri. Melihat nominal rupiah yang terbilang sangat murah untuk sebuah program kegiatan literasi. Muncul tanya, apakah program ini benar-benar serius? Kata orang, ada harga ada barang. Apakah bisa program ini mampu menebus dahaga yang terasa?

Mencoba menghubungi narahubung sebagai bagian administrasi program tersebut. Pesan lewat aplikasi WA terjawab olehnya dengan pasti. Nominal rupiah yang sangat terjangkau rupanya menghipnotis. Diikutilah program ini, walau tanda tanya masih bertebaran di dalam benak.

Amazing! Itu kata yang pertama harus terucap demi masuk ke dalam WA grup program literasi yang satu ini. Program dijalankan melalui pembagian kelompok-kelompok kecil yang dinamakan squad. Setiap squad ini berada di bawah tanggung jawab seorang guardian. Dialah orang yang memimpin sekaligus mengoyak-oyak ketidaksadaran para anggota untuk segera mengerjakan dan melunasi tantangan di setiap harinya. Rumah besar program ini diberi nama empire dan penghuninya disebut dengan fighter. Jadi teringat sebuah acara televisi benteng Takeshi akhirnya, lengkap dengan kostum dan berbagai macam permainannya.

Sungguh pengalaman yang luar biasa. Murah tapi bukan murahan. Ia mampu melepas dahaga dalam mengikuti berbagai program literasi dalam jaringan. Pengalaman pertama, mengikuti kelas literasi dengan jumlah rupiah yang lumayan aduhai. Menemukannya di media sosial facebook. Mencatut salah seorang dai terkemuka dari wilayah Yogyakarta, program literasi ini dijalankan. Isinya bagi-bagi buku elektronik dan rekaman video sang tokoh tentang dunia tulis menulis. Langkah pertama memang begitu meyakinkan, namun hasil akhir ternyata masuk perangkap PHP. Betapa tidak dikatakan PHP, sejumlah uang yang disetorkan ternyata tidak memberikan umpan balik dan tindak lanjut pasca program. Tulisan para anggota yang tergabung dalam program ini hanya dimuat dalam sebuah laman milik mereka dan itupun tidak terkelola dengan baik. Tak akan ditulis banyak lagi kekecewaan tentangnya agar hal itu tidak membuka kembali kenangan yang tak mengenakkan.

Kembali ke 30 DWC yang diikuti, sungguh lumayan menguras perhatian. Selain setoran tulisan yang harus ditunaikan tiap hari, ia pun diawali dengan deklarasi. Unik, menarik, dan asik. Mengikutinya punya cerita dan tantangan tersendiri. Apalagi saat tugas dari berbagai sisi sama-sama membutuhkan prioritas perhatian, di situ tantangan ini membuat ciut nyali. Melunasi tantangan setiap hari kadang di jam akhir tenggat waktu. Itu pun dilakukan dengan mata yang setengah merem setengah melek. Menahan kantuk luar biasa merupakan bumbu menyelesaikan tantangan ini. Setumpuk tugas sekolah dan organisasi menyisihkan tekad untuk bisa tampil sampai final di ajang ini. Pernah merasa menyerah dan ingin mundur dari arena namun sang guardian tak bosan menyemangati. Ia bagai nahkoda kapal yang sigap menjalankan penuh perannya kala awak kapal mulai oleng dalam menentukan arah. Ia begitu fight, pantas saja para pengikut program ini diberi julukan fighters. Semangat yang terus disuntikkan oleh guardian berhasil meluluhlantakkan ketidakberdayaan yang dirasa saat itu. Sesuai deklarasi yang dibuat di awal, komitmen menjalani tantangan ini harus dihadapi. Akhirnya, bergeraklah dalam keterbatasan yang ada. Terbatas ilmu, pikiran, tenaga, waktu, dan kekuatan.

Namum malam ini, malam terakhir bagi kita. Menukil syair lagu dangdut, saudara. Malam perjumpaan akhir dalam program literasi dalam jaringan ini. Tak terasa 30 hari terlewati sudah. Di tengah rintangan dan hambatan menjalankannya banyak suka yang didapat. Satu squad, terasa seperti saudara bahkan dengan squad yang lain dalam satu empire. Saling sapa, menyemangati, mendoakan dilakukan para fighter dalam empire. Apalagi ketika tiba waktu memberikan umpan balik, sangat terasa rasa persaudaraan ini ada. Pengalaman ini baru ditemukan di sini di 30 DWC yang konon sudah mencapai jilid ke-20. Tak sia-saia rasanya mengikuti dan mengenal para fighter dan mentor super ramah, menyenangkan, dan menginspirasi. Hal yang paling parah, sepertinya akan ketagihan untuk mengikuti 30 DWC ini lagi. Awal mengikuti iseng, dengan tujuan sebagai ajang penyegaran, ternyata tak boleh hanya sebatas itu. 30 DWC harus menjadi ajang menempa kemampuan menulis. Tidak hanya sekedar menulis namun harus bisa menemukan ciri khas pribadi penulis. Selebihnya dari itu di sana terdapat proses penggalian potensi dari setiap fighter. Ini sangat membantu dan ia tak main-main dengan komitmen yang ia jajakan dan jalankan. Semoga bisa bergabung lagi di 30 DWC selanjutmya. Jangan lelah berkarya bagi seluruh fughter, selamat dan sampai jumpa di tantangan berikutnya. Salam literasi.


#30DWC
#30DWCjilid20day30
#30DWCjilid20squad1

Senandika Janji




Siang ini mentari kembali terselimuti awan. Cerah pagi bergeser menemui kelabu. Tampaknya buliran air akan segera menyembul dari awan. Ia akan meluncur terjun bebas menembus cakrawala. Tetesan tirtanya akan mendentingkan lagu yang selalu mengundang rindu. Rindu akan segarnya bening yang mengalir. Rindu pada buaian hangat hawa saat hujan menyapa. Rindu yang menyemai bulir-bulir kenangan seiring riak yang menyapa tanah.

Lalu lalang kendaraan yang hilir mudik di depan kedai sebuah mie baso tampak sejenak lengang. Menepi rupanya mereka, menghindari guyuran yang akan menjerambapkan mereka pada kuyup. Menepi di sini, bukan hanya sekedar menghindari basah. Janji seorang teman semalam yang menyebabkan bertahan di kedai ini.
“Sambil menunggu hujan reda.” Begitulah batin berbisik.

Setelah salat zuhur yang telah terlewat dari waktunya, teman yang dimaksud tengah menghadapi daftar menu yang tergeletak di atas meja. Bola matanya bergulir ke kanan ke kiri, mencari celah makanan dan minuman yang pas untuk mengisi perut dan melegakan tenggorokan siang itu. Kami memang semalam berjanji untuk bertemu sekedar bercerita hangat tentang anak-anak. Sebuah janji sederhana namun penuh makna di tengah guyuran hujan yang belum juga berhenti.

Semangkuk mie baso pun tandas. Tinggal segelas lemon tea panas yang menunggu giliran untuk dieksekusi. Perbincangan kami pun mengalir seiring derai hujan yang mulai merintik-rintik. Hangat mulai suasana. Seruput air teh berasa asam ini meneduhkan isi batin dan benak. Janji ini memang janji yang tertunda karena berbagai hal. Walau hanya sekedar tawaran sederhana, dan bincang sahaja, namun janji tetaplah janji. Ia bagaikan utang yang harus lunas terbayar.

Kesahajaan dalam menepati janji merupakan hal remeh yang kadang tak imbang dengan tanggapannya. Janji pukul 8, ditepati pukul 9. Berjanji untuk bertandang, dibatalkan karena hal yang tak jelas. Janji menerima titipan malah abai menjaga. Berucap janji memang ringan, namun memenuhinya tak seringan yang terlintas di angan. Janji merupakan komitmen yang memerlukan keteguhan hati dan tekad kuat melaksanakannya. Tidak hanya kontrak dengan sesama, namun ia mengikat keterikatan dengan Sang Khalik. Karena apa yang terucap, pasti akan dicatat. Segala yang terlontar, akan dipertanggungjawabkan. Dimintai kejelasan, dituntut penjelasan, tidak di dunia, pasti di akhirat.

Melihat status WAmu setiba di rumah, barulah dipahami. Dalam janji ada makna yang berarti. Menepati janji mengandung suatu kehormatan. Berpeganglah pada janji agar selamat di hari nanti. Jaga dengan baik komitmen agar hisab kelak semakin ringan. Teguhkan hati selalu untuk senantiasa dituntun untuk bisa memegang amanah. Berjanjilah dengan hal yang wajar agar tak berat menunaikannya. Tepati janji karena ia utang yang harus terlunasi. Tunaikan janji karena ia akan mencerahkan hati.

*)E*a, mohon ijin statusmu dipajang di sini


#30dwc
#30dwcjilid20day29
#30dwcjilid20squad1


Rabu, 13 November 2019

Badai Sampah di Musim Hujan

Siang hari ini, akhirnya hujan pun turun. Basah membasuh tanah yang kerontang. Mendung setelah zuhur ini membuncahkan bulir air dari langit. Diawali rembesan tirta yang terjun dari angkasa. Lalu ditingkahi kilatan sinar menyilaukan dari atas bumi. Dan suara gelegar pun terdengar memecah ketenangan. Hujan ini tampak menjadi. Cukup deras melibas kemarau. Rasa hati senang mendengar dentingan air yang menyentuh genting rumah. Tak ada rasa takut yang hinggap, karena badai acap kali jarang terdengar di negeri ini. Satu yang ditakuti, hanya banjir yang akan muncul saat deras hujan terus mengguyur.

Kemunculan banjir bukanlah perkara yang harus ditakuti, karena ia merupakan sebuah peristiwa yang bisa diprediksi dan diantisipasi. Fenomenanya selalu menjadi bahan kewaspadaan, namun antisipasi selalu terlambat diupayakan. Upaya itu merupakan ikhtiar yang harus dijalani oleh setiap mahluk Tuhan. Berupaya merupakan titah Pencipta. Salam hal ini berupaya merupakan kewajiban yang harus dijalani. Apalagi dalam menghindari madarat dan menggapai maslahat.

Cerita banjir memang bahan konsumsi yang berulang saat musim hujan merapat bumi. Penyebab banjir biasa diberitakan karena beberapa lahan hutan yang  gundul berikut alih fungsinya. Kawasan ini seharusnya jadi penopang air hujan dan penahan banjir. Wacana penghentian penggundulan hutan selalu digaungkan, namun sampai saat ini belum menampakkan hasil yang berarti. 

Berita dan cerita banjir pun selalu disertai berita penyertanya. Sebuah lakon yang sampai saat ini belum berhenti. Apalagi kalau bukan sampah. Sampah selalu menjadi bahan berita hangat dan terkini. Penyeleaian sampah ini ternyata masih memerlukan kajian yang panjang agar tidak menjadi bahan keluhan banyak pihak. Sampah yang menyebar di setiap tempat aliran sungai menjadi penyebab banjir yang tak terhindarkan. Selalu menjadi keluhan tanpa solusi.

Masyarakat bisa ambil bagian dalam hal ini. Kesadaran masyarakat pun harus terus dibangun agar kebiasaan membuang sampah pada tempatnya menjadi sebuah kebiasaan. Slogan kebersihan bagian dari iman bagi sebagian kaum Muslim nampaknya baru sebatas hafalan saja. Kebanggaan terhadap dalil kebersihan itu belum menjadi darah daging di kalangan umat. 

Minimnya penyediaan tempat atau bak sampah bisa jadi merupakan faktor kesekian alasan masyarakat membuang sampah sembarangan. Pendirian dan ketersediaan tempat sampah di tempat-tempat strategis menjadi salah satu solusi agar kedisiplinan masyarakat terbangun. Penempatan tempat sampah ini selanjutnya menjadi sebuah tuntutan yang tak bisa dihindarkan. Di komplek perumahan, tempat padat penduduk, fasilitas umum dan sosial, trotoar sepanjang jalan, lapangan, dan di tempat lain yang biasa masyarakat berkegiatan dan berkumpul. Keterjangkauan fasilitas ini bisa meminimalisir kebiasaan membuang sampah sembarangan. Tentu harus didampingi pula dengan penegakan aturan yang tegas.

Ketiadaan dana pemerintah dalam penyediaan tempat atau bak sampah jangan menjadi alasan ketidaksediaan tempat yang satu ini. Para the have dan umat Muslim yang sadar akan hal tersebut bisa bahu-membahu, bergotong-royong, swadaya, dalam mewujudkannya. Hal ini juga bisa menjadi ladang amal dan bahan sedekah jariyah dalam bentuk yang lain. 

Kebermanfaatan tempat sampah ini akan dirasakan sangat berarti oleh banyak orang. Semakin banyak tempat sampah tersedia, semakin maksimal upaya meminimalisir keberadaan sampah di sembarang tempat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang banyak memberi manfaat bagi sesama? Akankah kita mengambil bagian dari ini? Jika yakin akan hal itu, yuk, kita lakukan segera dan bersama, agar badai berita sampah penyebab bencana banjir bisa diminimalisir.

#30dwc
#30dwcjilid20day28
#30dwcjilid20squad1

Selasa, 12 November 2019

Memaknai Keberkahan


Siang ini matahari tampak setia memapar bumi. Sengatannya mampu membuat mata ini memicing. Walau akhir tahun segera akan menjelang. Kalender pun akan lekas berganti, namun hujan masih enggan membasahi bumi. Padahal dua hari ini , diawali pagi yang mendung. Sudah terbayang segar air hujan akan membasuh semesta. Menanti pula sejuk hari di Jawa Barat untuk menebus garang mentari di Sumatera Selatan.

Sendiri di kendaraan umum, leluasa melihat segala hal yang ada di luar jendela. Tampak di pinggiran ruas jalan yang kulewati, beberapa pedagang buah mangga berjajar. Spanduk mereka berisi macam-macam tulisan untuk menjajakan dagangannya. Ada yang menuliskan kualitas super, rugi jika gak beli, paling murah yang pernah ada, dan lain sebagainya.

Teringat pula perhelatan nasional yang baru saja berlalu di tanah Andalas. Tumpah ruah arena dengan berbagai macam makanan. Mulai dari makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup. Belum lagi ditambah kudapan di sela-sela coffee break serta buah-buahan. Mengingat itu semua, selalu saja meninggalkan kesan miris. Betapa tidak, ketika makanan yang dituang di piring tak lantas habis disantap, ia akan teronggok begitu saja tanpa ada yang memedulikan. Mereka akan berakhir di kantong plastik besar berwarna hitam lalu akan tercampakkan begitu saja.

Saat di sebagian belahan bumi lain masih banyak yang membutuhkan makanan, di sini masih saja ada orang yang berani menyisakannya. Kala di sebagian tanah masih ada orang yang kelaparan, di sini masih saja ada yang tak mengindahkan bahwa makanan bersisa di atas piringnya. Terpikir pula bahwa makanan itu pun akan bersaksi kelak atasnya. Atas apa yang dilakukan manusia terhadapnya.

Entahlah apa yang ada di pikiran mereka. Nasib onggokan makanan sisa yang sebenarnya mereka ambil sendiri. Ketika makanan itu bertengger di atas tempat makan, tentu diambil dengan penuh kesadaran.

Beberapa kali sudah mendapat giliran antre makan di bagian akhir. Walhasil, buah-buahan pun tak bisa dicicipi. Saat yang sama di meja lain, tergeletak sepi potongan buah tersebut di piring kertas. Hanya bisa memandangi saja. Kasihan sekali, orang yang antre belakangan bisa jadi hanya mampu menelan ludah melihat potongan buah yang tergeletak begitu saja. 

Suatu ketika menyempatkan antre lebih awal agar tidak dapat giliran akhir. Demi menghormati teman lain yang ada di belakang, dicukupkan saja mengambil sekerat daging. Keratan itu pastilah akan dihitung sesuai dengan jumlah peserta. Namun saat mendaratkan tubuh ini di kursi meja makan, tampak tiga buah kerat daging berpadu di sebuah piring yang penuh sesak dengan aneka lauk lainnya. Belum lagi terlihat tumpukan buah yang memenuhi kapasitas sebuah tempat makan tuppy. Batinku membisikkan sesuatu.
“Siapa tahu di antara tiga kerat daging itu ada hak orang lain yang tak sengaja termakan”.

Aslinya ingin sekali menepis bisikan hati agar netral. Menghindarkan diri menghakimi sesama mahluk. Namun ternyata hal itu susah diupayakan. Mata ini tak bisa lepas dari pemandangan yang ada di seberangnya. Dialihkanlah segera pandangan ke sisi lain, terlihat antrean masih panjang. Sengaja melirik beberapa wadah lauk yang tertata apik di atas meja.
"Semoga Allah cukupkan mereka yang antre di bagian belakang dengan apa yang mereka dapat saat itu," batin pun berbisik.

Terpikir konsep berkah dalam kehidupan. Bukankah berkah itu tidak harus banyak, namun bisa cukup dan memuaskan? Bukankah keberkahan itu didapat atas rasa tak ada yang terzalimi dan terebut haknya? Berkah itu menambah derajat kebaikan bagi para pelaku dalam melakukan segala hal. Mungkin hal inilah salah satu yang jadi penyebab keberkahan masih belum bisa dicapai di negeri ini.

Demi makanan yang teronggok di atas beberapa piring. Kutatap raut muka orang-orang yang antre belakangan. Tampak sendu dan mendung tatapan mereka mendapati tempat menu makanan dan buah potong yang hanya menyisakan bagian pinggirannya saja. Belum lagi kudapan yang sudah lenyap dari tempatnya sebelum sempat mereka antre. Siapa nanti yang akan jadi pengusap mendung itu? Jika bukan kesadaran semua pihak akan keberkahan makan dan makanan. Ambil secukupnya agar yang lain di belakang kita bisa merasakan kenikmatan makanan yang disantap. Ambil porsi yang cukup untuk kapasitas perut. Lebih baik menambah jika merasa kurang daripada harus tersisa. Semoga keberkahan selalu menaungi, saat ada peduli dan empati pada sesama, walaupun itu hanya berbentuk makanan.

#30dwc
#30dwcjilid20day27
#30dwcjilid20squad1