Selasa, 05 Juni 2018

Kita dan Korea


     Berawal dari sebuah kisah seorang sahabat yang baru saja pulang dari Korea Selatan untuk sebuah riset ilmiah. Kemerdekaan Korea Selatan dengan Indonesia hanya terpaut 8 jam, lebih dahulu proklamasi Indonesia daripada Korea Selatan. Dilihat dari kelahiran sebuah negara, Indonesia-Korea tidak jauh beda, namun dilihat dari segi kemajuan teknologi dan ilmu jelas Indonesia tertinggal banyak. 

    Banyaknya produk elektronik yang berkembang pesat memenuhi pasar dunia sebagian bermerk dan berasal dari Korea Selatan. Kiblat telepon selular yang berawal pada Eropa Amerika kini bergeser sudah ke Korea Selatan. Ditambah dengan maraknya wajah-wajah oriental yang semakin akrab dan digandrungi para gadis zaman kini melalui dunia hiburan, baik dalam seni musik maupun seni peran.

     Menjadi sebuah sorotan menarik manakala ketimpangan di atas dianalisis. Yang akan disorot kali ini bukan fenomena kekinian tentang maraknya hal-hal Korea yang menjadi euforia bagi sebagian orang. Kemajuan teknologi dan bidang lainnya di sana menjadi sebuah kajian menarik, mengingat potensi Indonesia secara geografis telah diunggulkan oleh Sang Pencipta. Dengan kuantitas umat Islam terbanyak di dunia, seharusnya Indonesia menjadi gudang SDM yang sungguh luar biasa untuk sebuah kemajuan bangsa.

     Disinyalir budaya pali-pali merupakan akar yang dipegang kuat secara turun menurun oleh bangsa Korea. Pali-pali artinya cepat-cepat. Cepat menanggapi perubahan, cepat mengadaptasi kemajuan, cepat menangkap peluang, cepat menggunakan kesempatan dan lain sebagainya. Konon pali-pali inilah yang menjadikan Korea Selatan seperti sekarang ini. Menjelmakan sebuah negeri miskin kedua terendah di dunia menjadi salah satu raksasa perekonomian terbesar dunia. Pali-pali menuntut seseorang bergerak cepat dengan penuh kedisiplinan. Rencana yang matang dengan hasil akhir yang akurat. Tak heran jika sekarang Korea Selatan bergerak cepat menjadi negara maju.

     Bagaimana dengan Indonesia? Dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Rupanya penghayatan bersegera dalam segala urusan telah berhasil dicuri oleh bangsa Korea. Betapa tidak, Allah Yang Maha Agung telah mengisyaratkan ini lebih dari 14 abad yang lalu ketika umat manusia belum melek jam sebagai penanda waktu. Berkesempatan menggunakan waktu sebaik mungkin merupakan ciri atau indikator keberuntungan seseorang. Keberuntungan sebagai seorang mukmin yang mampu memaknai dan mengisi waktu dengan amal shalih. Beramal dalam segala hal melalui macam dan bentuk yang beragam asal mengandung nilai kebaikan bagi diri dan sekitar. Tak akan luput sepertinya ketika tafsiran dinamis ayat ini betul-betul terejawantah dengan benar dalam diri setiap muslim. Tak akan ada waktu luang tersia-siakan, semua akan terisi dengan nilai dan kegiatan bermakna. Apalagi Allah Yang Maha Kuasa telah mewasiatkan hal ini dalam surat yang lain. “Jika kalian telah selesai dari satu urusan/perkara maka lakukanlah dengan sungguh-sungguh urusan/perkara yang lain”.

     Faidza faraghta fa-nshab, begitulah Allah berfirman. Menurut Ibnu Atha'illah as-Sakandary dalam Kitab al-Hikam mengatakan bahwa ayat ini merupakan ayat yang menuntun kita pada pengingatan suatu perpindahan aktivitas. Menurut beliau, inilah makna istirahat yang sebenarnya. Bukanlah dengan bermalas-malasan dan bersantai, namun dengan perpindahan dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Sehingga akan maksimal produktifitas seseorang. Dalam hal ini ada tuntutan untuk melakukan perkerjaan atau aktivitas secara totalitas dan penuh kesungguhan. Dimana ketika satu aktivitas telah selesai dikerjakan segera kemudian beranjak ke aktivitas berikutnya. Hal ini juga bermakna untuk melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh ketika kita telah selesai melakukan berbagai urusan yang lain. Nabi Muhammad SAW mencontohkan setelah menyampaikan dakwahnya, beliau diperintah untuk bersegera beribadah sebagai rasa syukur atas nikmat kenabian sekaligus sebagai rasa tawakkal memasrahkan usaha yang telah dilakukan sebelumnya. Inilah yang seharusnya ditiru oleh pengikut beliau.

     Kata faraghta terambil dari kata faragha yang berarti kosong setelah sebelumnya penuh baik secara material maupun immaterial. Kata fa-nshab terdiri dari rangkaian huruf fa’ yang biasa diterjemahkan maka dan inshab merupakan bentuk perintah dari kata nashaba. Kata nashaba ini pada mulanya memiliki arti menegakkan sesuatu sehingga nyata dan mantap. Menurut M. Quraish Shihab, upaya menegakkan inilah biasanya dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat mengakibatkan keletihan, dari sinilah kata itu digunakan juga untuk arti “letih”.

     Ayat ini menyuruh agar kita dinamis, kita harus terus bergerak, kerja keras tanpa lelah, berpikir tanpa henti. Kita berpacu dengan waktu! Jangan biarkan waktu yang kita miliki lewat dengan sia-sia, tanpa karya, tanpa aktivitas. Umar bin Khattab r.a. berpesan, “Aku benci melihat kalian tidak melakukan aktivitas yang menyangkut kehidupan dunia, tidak pula untuk kehidupan akhirat!” Atas dasar itu kita dapat memahami bahwa ayat di atas memerintahkan untuk melakukan kesungguhan atau menegakkan apa saja yang sedang dihadapi.

     Pali-pali tidak harus menjadi rujukan umat Islam meraih sebuah kemajuan. Cukuplah surat al-Insyirah di atas menjadi pijakan bagi umat Islam dalam bergerak. Tinggal tugas untuk diri kita masing-masing, bersediakah dipacu oleh ayat tadi? Atau malah melenakan diri dan membiarkan waktu berlalu tanpa meninggalkan kesan dan makna.

Jumat, 02 Februari 2018

Al-Mulk Ayat 2


Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al-Mulk: 2)
            
Surat al-Mulk adalah surat ke-67 dalam al-Qur'an. Surat ini tergolong surat Makkiyah, terdiri atas 30 ayat. Dinamakan al-Mulk yang berarti kerajaan diambil dari kata al-Mulk yang yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Surat ini disebut juga dengan surat Tabaarak yang berarti Maha Suci sebuah kata yang mengawali surat ini. Bagi sebagian masyarakat awam surat ini merupakan surat pilihan yang dijadikan amalan favorit di waktu-waktu tertentu. Qarina edisi ini tak akan membahas fadhail atau keistimewaan surat urutan pertama dalam juz 29 ini. Pembahasan yang akan disampaikan yaitu dua pesan yang terkandung dalam surat ini.

Sesuatu yang menggelitik muncul ketika membaca ayat ini. Sesuatu itu adalah kenapa Allah menyebutkan kematian lebih dahulu baru kehidupan. Mengapa tidak hidup dulu baru mati? Padahal dalam kenyataan yang sedang dihadapi saat ini menurut logika lebih pantas dan enak untuk menyebutkan kehidupan terlebih dahulu daripada kematian. Hal ini sesuai dengan kondisi nyata bahwa umat yang diseru melalui pesan surat ini dalam keadaan hidup. Yang kedua adalah penciptaan makhluk mempunyai tujuan khusus yaitu diuji. Pengujian inilah yang kemudian memunyai tujuan akhir ahsanu ‘amalaa.

Pembahasa pertama terlebih dahulu ternyata ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh para ulama mengenai penyebutan kematian terlebih dalam surat al-Mulk ayat 2, sebagiannya adalah berikut ini: alasan pertama: karena kematian itu akan kita temui di dunia. Sedangkan kehidupan yang hakiki adalah di akhirat. Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Kematian akan ditemui di dunia, sedangkan kehidupan hakiki adalah di akhirat.” Alasan kedua: Segala sesuatu diawali dengan tidak adanya kehidupan terlebih dahulu seperti nuthfah, tanah dan semacamnya. Baru setelah itu diberi kehidupan. Alasan ketiga: Penyebutan kematian lebih dulu supaya mendorong orang untuk segera beramal sebelum kematian menjemput. Alasan keempat: Kematian itu ditafsirkan sebuah wujud yang masih berupa nuthfah (air mani), mudhghah (sekerat daging) dan ‘alaqah (segumpal darah), sedangkan kehidupan jika sudah tercipta wujud manusia dan ditiupkan ruh di dalamnya.

Sebagian ulama menyimpulkan dari makna ayat ini bahwa maut itu adalah hal yang konkret, karena ia adalah makhluk (yang diciptakan). Karena kematian itu adalah tanda dan alamat kebinasaan yang paling nyata, walaupun seseorang terkenal dan memilki harta yang begitu banyak namun akhir dari segalanya adalah kematian. Disebabkan karena kematian tidak ada pilihan kecuali 2, adapun kehidupan di hadapan kita ada banyak pilihan namun kematian setelahnya adalah sesuatu yang berat apakah surga atau neraka.

Bahasan yang kedua ialah bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dari tiada menjadi ada untuk menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zarah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Khulaid, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: “Yang menjadikan mati dan hidup”. (Al-Mulk: 2) Bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah menghinakan anak Adam dengan mati, dan menjadikan dunia negeri kehidupan, lalu negeri kematian. Dan Dia menjadikan akhirat sebagai negeri pembalasan, lalu negeri kekekalan”. Mamar telah meriwayatkan hadis ini dari Qatadah. Firman Allah Swt. “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk: 2) Yakni yang terbaik amalnya, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Ibnu Ajlan, bahwa dalam hal ini Allah tidak mengungkapkannya dengan kalimat lebih banyak amalnya.

Berikut ini beberapa tafsiran mengenai “siapakah yang lebih baik amalnya”: Pertama: siapakah yang paling baik amalannya di antara kita dan nanti masing-masing di antara kita akan dibalas. Kedua: siapakah yang paling banyak mengingat kematian dan paling takut dengannya. Ketiga: siapakah yang paling gesit dalam melakukan ketaatan dan paling berhati-hati dari perkara yang haram. Keempat: siapakah yang paling ikhlas dan paling benar amalannya. Amalan tidak akan diterima sampai seseorang itu ikhlas dan benar dalam beramal. Menurut Fudhail bin ‘Iyadh, yang dimaksud ikhlas adalah amalan tersebut dikerjakan hanya karena Allah dan yang dimaksud benar dalam beramal adalah selalu mengikuti petunjuk Nabi. Kelima: siapakah yang lebih zuhud dan lebih menjauhi kesenangan dunia. Yang terkahir ini merupakan pendapat dari imam al-Hasan al-Bashri.

Dari paparan di atas bisa diambil simpulan yaitu kematian adalah sesuatu yang nyata dan niscaya. Bersiaplah dengan kedatangannya yang kadang tiba-tiba tanpa tanda-tanda. Berbekallah dengan sebaik-baik bekal, yaitu amal yang ikhlas dan benar. Tak perlu banyak namun cukup kualitas tinggi yang diupayakan secara maksimal dan optimal. Nah, rekan Nasyiah siap berlomba untuk jadi yang terbaik? Waktu tak kan bisa menunggu, jika tidak sekarang kapan lagi. Kami tunggu kiprah rekan-rakan di Nasyiah wujudkan ahsanu ‘amalaa dengan apa yang dimilliki.


Jumat, 05 Januari 2018

Sebuah Resolusi

Hari ini hari pertama sebagian besar lembaga, instansi, sekolah, dan usaha lainnya memulai aktivitas kembali. Semua menggeliat kembali ke aktivitas semula setelah berlama libur. Masih hangat di ingatan tentang perjalanan sebuah masa yang terus bergulir. Momen kasat mata yang telah dilalui bersama sebagai pergantian tahun masehi baru saja berlalu. Evaluasi dijadikan agenda penting dalam menyambut dan meniti hari baru.

Namun evaluasi pun ini tak cukup. Apalah ari sebuah evaluasi bila tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut sebagai bentuk konkrit dari hasil evaluasi. Hal ini hanya akan menjadi bahan renungan semata tanpa aksi yang nyata. Ia hanya akan menjadi lembaran yang hanya berisi tanda centang dan cakra saja, setelah lepas, perbaikan bisa jadi hanya sekenanya saja. Aksi inilah yang akan menjadikan sebuah nilai evaluasi bermakna sangat dalam dan tinggi.

Kita butuh resolusi, ya sebuah resolusi. Rancangan rencana yang harus dibuat targetan agar hidup kita kita lebih baik dan lebih bermakna. Resolusi dicanangkan sebagai sebuah wujud dari tindak lanjut evaluasi. Ini perlu dan bahkan sangat perlu karena Allah pun mengisyaratkan hal ini dalam firmanNYA:
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفش ما قدمت لغد الله خبير بما تعملون

"Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan lihatlah dirimu (apa yang kan kau kerjakan) untuk hari esok. Dan Allah Maha Memberi Kabar dengan apa yang kalian kerjakan".

Pesan dari ayat di atas diambil dengan menafikan terlebih dahulu pesan-pesan yang dikaitkan dengan kaidah kebahasaan. Ayat di atas memberikan sinyal kepada kaum muslimin untuk melihat ke depan. Memiliki visi, misi, dan program yang jelas dalam menjalani hidup dan kehidupan. Dalam hal ini setiap diri harus memunyai targetan tertentu dalam mengisi dan menjalani amanah hidup yang diberikan Allah Swt. Inilah salah satu yang dinamakan resolusi. Memunyai perencanaan yang tersusun, memiliki target yang jelas, dan menentukan pencapaian yang akan diraih.

Bentuk resolusi bisa dibuat oleh siapa saja. Pilih salah satu bagian yang telah dievaluasi, lalu ambil tindakan perbaikan, buatlah ia menjadi bagian dari sebuah resolusi. Buatlah resolusi yang mudah terlebih dahulu dengan capaian sederhana namun akan menghasilkan tujuan akhir yang optimal serta maksimal. Contoh sederhana seperti mengkhatamkan al-Quran dua bulan sekali atau bahkan satu bulan sekali. Tulis dalam lembar resolusi, susun rencana harian yang harus dilakukan, tentukan batas waktu sebagai target pencapaian. Jika terlaksana beri tanda centang jika tidak beri tanda cakra.

Mudah ya, membuat resolusi, siapa bilang susah? Ada yang bilang mudah merencakan tapi susah melaksanakan. Eit...susah bukan berarti mustahil khan...? Susah bukan tidak bisa diusahakan ya...?! Nah...kembali buat targetan itu. Setelah batas waktu pencapaian tertentu, tinggal lihat apakah yang paling banyak tanda centang atau tanda cakra..? Hal ini akan membantu kita menggenjot diri, memacu jiwa untuk melakukan lebih...lebih...dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Dalam bingkai membentuk pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dan...yang tak kalah penting dari sebuah resolusi adalah sebuah sanksi. Sanksi ini yang akan jadi bahan pengendali dari setiap perencanaan program yang kita buat.

Tak akan berpanjang lebar. Kita akan bahas tentang sanksi lain waktu. Waktunya sekarang adalah apa resolusimu di 2018 ini...?!

Kamis, 04 Januari 2018

Moment Evaluasi

Mengawali hari biasakan lisan menyebut namaNYA dalam dzikir pagi, semoga Allah senantiasa melindungi setiap detak jantung dan helaan nafas kita, aamiiin...

Tahun baru masehi memang bukan hari raya/peringatan kaum muslim. Tapi ia bisa dijadikan momen penanda waktu, pengingat masa bahwa hidup ini terus berjalan. Sejalan waktu berlalu tentu banyak sekali kenangan yang telah dilewati. Baik yang memiliki kualitas baik atau negatif. Dari kenangan inilah kemudian muncul muhasabah, evaluasi dengan apa yang telah dilakukan, dengan apa yang sudah dibuat. Mengevaluasi yang telah lalu merupakan perintah Allah dalam firmanNYA
حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا
"Hisablah diri kalian, sebelum kalian dihisab"

Kata hisab di sini bisa diberikan atau diterjemahkan dengan makna luas yaitu evaluasi. Mengingat yang telah lalu, menimbang baik buruknya, memutuskan tindakan yang harus dibuat guna memperbaiki apa yang telah berlalu. Itulah menghisab, menghitung masa lalu untuk timbangan masa depan, menghisab yang berlalu dalam ukuran perbaikan.

Apa yang dicapai sesuai target di masa lalu haruslah dipertahankan bahkan harus ditambah. Dan hal yang belum memenuhi target selayaknya dipenuhi dengan berbagai perbaikan. Perbaikan inilah yang perlu dioptimalkan semaksimal mungkin agar capaian target sesuai harapan.

Kalender baru berarti membuka lembar sejarah kehidupan yang baru. Isi lembaran ini dengan sepenuh yakin bahwa kita mampu mengisi masa yang diamanatkan Allah dengan sebaik mungkin. Jangan lupa, sertakan Allah terus menerus dalam setiap gapaian yang ingin diraih, karena kehendak dan ridhaNYA kita manusia pasti tak akan bisa berbuat apa-apa. Hanya kepada Allah Sang Pembuat Masa kita kembali. Tak ada hal yang merugi bagi umat yang mengisi masa dengan beramal shalih dan saling menasihati dalam kebenaran dan kebaikan. Semoga tulisan ini merupakan pengamalan terjemahan surat Al-'Ashr di atas.