Atas dalih investasi
Kau gadaikan anak negeri
Yang selama ini mengais bulir emas di antara kerikil
Atas dalih investasi
Kau lanjutkan jilid cerita pekerja rodi
yang hanya mampu mengendus aroma peti
memuat barang tambang bermutu tinggi
tanpa pernah merasakan indahnya kaki
terbelit rantai kuning yang memikat hati
Atas dalih investasi
Kau ketuk palu di antara deritan pilu
Kau tenteng map yang bergamit debu
Puluhan narasi ketimpangan kau buat bisu
Seakan mata, hati, dan telingamu tercocoki bulu-bulu
Wahai, para petinggi negeri!
Tanahmu adalah daratan yang sama dipijak
Airmu merupakan tetesan yang bisa sama direguk
Anginmu sama dengan embusan yang biasa bergerak
Apatah sirna darahku dalam ronggamu?
Darah dengan tanah, air, dan angin yang tak semu
Darah yang menggelegakkan rasa cemburu
Tak adakah nadiku sama dengan detakmu?
Nadi yang mendegupkan kata merdeka
Nadi yang berurat tajam pada segala jenis perbudakan
Kini palumu jadi bengis, Saudara!
Ia laksana cemeti mencambuk punggung anak-anak negeri di bawah investasi asing
Ia menjadi rantai yang membelenggu tangan anak pertiwi untuk jadi budak asing
Ia bak troli pengangkut yang menderit di atas rayuan manis bangsa asing
Saudaraku, para Petinggi Negeri
Di mana kini letaknya nurani
yang kau pasang di setiap pojok bumi
yang digembar-gemborkan saat harus memilih
“Nuraniku mati,
terlindas oleh antrean investasi
yang mampu gelembungkan dompet agar terus berisi,”
sahutnya lirih setengah berbisik
A_Kar
Tasikmalaya, 061020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar