Selasa, 10 Mei 2016

Terima Kasih, Teman.

Berawal dari jejaring sosial yang diciptakan Mark Juckerberg, kami sekelompok anak manusia yang sama-sama pernah merasakan indahnya masa sekolah dasar, rentang masa yang sangat lama, kurang lebih dua puluh tahun, mampu menyisakan dan membuat kembali segar rangkaian kenangan kami dulu ketika berseragam putih merah. Canda tawa kami di masa lalu, ternyata masih menyisakan banyak tempat dan waktu untuk berbagi, mungkin lebih dari yang sekedar kami pikirkan awalnya. Berbagi canda, tawa, kisah, baik suka maupun duka, apalagi bagi yang sudah berkeluarga dan mempunyai momongan ada hal lain, yaitu bershilaturahmi dengan anggota keluarga lain, dan tentunya berbagi kembali cerita. Tampaknya akan tambah panjang kotak cerita dan kisah kami, karena dari beberapa teman yang selama ini eksis hadir dalam beberapa pertemuan, ada yang sudah menjadi saudara, ada juga tali pertemanan satu sama lain di masa lalu di jenjang sekolah yang berbeda.

Dari sekian banyak cerita yang terpapar dalam pertemuan-pertemuan kami, meluncurlah berbagai varian cerita, cerita suka, banyak, karena kami bisa menahan pipi kami masing-masing sepanjang pertemuan karena ocehan dan canda tawa kami yang mungkin tak kan pernah habis karena masing-masing lisan kami punya aneka guyonan dan tingkah yang berbeda-beda. Namun di balik semua canda tawa kami, di antara cerita dan kisah kami, ternyata tidak semua hal yang ada bernada riang dan suka, di antara semua itu terselip kisah-kisah kami yang lain, kisah yang mungkin setiap orang akan berkata, "Ternyata masih ada yang punya kisah lebih tragis daripada yang saya alami", atau "Ternyata ada lagi yang lebih sedih daripada saya kisah hidupnya". itulah dunia, kita masing-masing akan selalu bertanya ketika Allah menguji kita, "Ya Allah, mengapa Kau timpakan ini kepada kami?", atau "Mengapa hal ini harus terjadi pada kami?" atau pertanyaan lainnya yang bernada seakan mengadili keadilan Tuhan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita. Dari beberapa cerita teman saya tadi, menyisakan hikmah yang sangat mendalam dalam diri dan hati saya, ternyata ketika kita melihat diri kita merenungi perjalanan hidup kita, seakan kitalah orang satu-satunya di muka bumi ini yang belum dikaruniasi nasib mujur atau nasib hidup yang lebih beruntung dari yang kita jalani sekarang ini. Secara sadar atau tidak, kita pernah mendengar atau mengeluarkan ungkapan, "Kamu mah dah enak, dah jadi PNS, punya gaji bulanan, ada dana pensiun lagi", atau kilahan teman kita yang jadi PNS kepada teman pengusaha, "kamu atuh yang enak mah, dapet uangnya tiap hari, kita mah cuma sebulan sekali, itu pun cuma numpang lewat doang", dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang seakan-akan apa yang sedang kita jalani saat ini tidak seberuntung teman kita yang lain jalani. Kalau mungkin diibaratkan dalam peribahasa, rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri. Itu kalau ukurannya hanya duniawi dan pandangan hidup yang sempit. Padahal masih banyak teman-teman lain yang hidupnya belum seberuntung dengan apa yang kita jalani saat ini. Inilah mungkin yang dikatakan sebagai salah satu berkah dari shilaturahmi, memanjangkan usia, tidak hanya ditilik dari arti harfiah saja, dengan harapan bisa memperpanjang "jatah hidup" di dunia namun dalam arti yang saya buat sendiri, memberikan makna hidup lebih luas dan berarti, banyak benarnya, karena saya pikir ketika seseorang terus berpikir bahwa hidup kita merasa tidak seberuntung orang lain, kita akan merasakan hidup ini sempit, sesak, tak ada harapan dan berujung putus asa menghadapi hidup selanjutnya, tapi ketika kita banyak bershilaturahmi, banyak mendengar, banyak berbagi, kita akan merasakan hal yang seperti saya ungkapkan tadi, "masih ada ternyata orang yang kehidupannya belum seberuntung yang saya alami saat ini", atau "Alhamdulillah, saya mah teu kitu-kitu teuing", hal tersebut bisa membuat kita tambah bersukur terhadap apa yang Allah anugerakan pada kita, memaknai hidup lebih positif, dan memandang hidup ke depan dengan lebih optimis.

Bercerita, berbagi, mendengarkan kisah teman dengan rasa simpati dan empati adalah respon anak manusia di muka bumi ini demi menyikapi hal yang mungkin tidak positif di mata sebagian orang, ketidakberuntungan mendapatkan pasangan hidup yang betul-betul didambakan, ekonomi keluarga yang belum beranjak menuju cukup atau sejahtera, beban ekonomi dan psikologi ketika fungsi pasangan hidup kita tidak optimal dan lain sebagainya , merupakan kisah-kisah yang sudah banyak kita lihat dan saksikan di cerita-cerita film atau sinetron televisi, kisah yang bisa kita baca di media cetak atau kita dengar dari radio. Namun ketika kisah tersebut tertutur di hadapan kita dari lisan teman kita sendiri, dipastikan respon kita akan lain, ada rasa ingin berbagi, mengisi, menguatkan dan memotivasi sampai menunjukkan hikmah dari segala bentuk kejadian yang telah dipilihkan oleh Sang Maha Pencipta. Respon inilah yang tak kan tergantikan apalagi bila kita telah mengetahui kondisi teman kita sebelumnya kita akan tambahkan hal tadi dengan untaian mutiara doa yang kita panjatkan pada sang Kholiq. Sebuah hubungan memang bisa menjadikan yang jauh menjadi mendekat atau yang dekat menjadi jauh, namun saya tidak akan memilih opsi yang kedua dan saya memiliki opsi yang lain yaitu menjadikan yang dekat lebih peduli dan mampu berempati. Hubungan inilah yang tak kan tergantikan, hubungan saling peduli dan empati satu sama lain. Maka, apapun yang terjadi teman, itulah hal yang terbaik yang Allah pilihkan kepada kita. Puzzle kehidupan kita sudah disediakan oleh Nya. Tugas kita hanyalah menyusun dan mengatur puzzle tersebut dengan rapi dan benar walau gambar dari puzzle tersebut adalah gambar yang tidak kita inginkan. Percayalah, dengan episode kehidupan yang telah Allah pilihkan untuk kita. Dan sebaliknya giliran kita untuk mampu memilih segala sesuatu yang terbaik yang dapat kita persembahkan untuk Sang Maha Pemberi Kehidupan. Terima kasih, teman. Segala cerita kalian inspirasi bagi saya dan kehidupan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar