Pagi ini, saat akan memulai proses belajar dalam jaringan,
tiba-tiba telepon pintar ini berdering. Ups, ternyata ada panggilan video.
Ouwh..! mengajak teleconference ternyata. Ah, kawan ini, tak terbayang mungkin
kalau kami harus terpisah oleh waktu dan tempat. Terbiasa dengan rutinitas
saling sapa, cium pipi kiri kanan, berbincang sejenak sebelum masuk kelas dan
lain-lain. Pagi ini, yang ada sedikit senyap, hanya ada suara anak-anak yang
meminta bantuan untuk menuntaskan tugas dari guru mereka masing-masing.
Sedangkan kami harus terhubung juga dengan anak didik melalui dunia maya.
Irama yang memang membutuhkan adaptasi baru. Ada kehilangan yang
akan menetap sejenak di labirin kehidupan. Ini baru hari kedua, kami sudah
membayangkan bagaimana kekosongan ini akan diisi. Gelak tawa di ruang guru
sambil menyantap makanan yang dibawa dari rumah masing-masing, akan terjeda. Ada
suasana yang akan hilang sejenak di relung sanubari. Gurauan spontan yang
membuat suasana meriah terpetikan sementara. Labirin hati pun akan sunyi
seiring suasana belajar di rumah yang belum menentu.
Ah, tampak wajah-wajah sahabat yang seharusnya bertemu berdekat
fisk, kini hanya bisa ditatap lewat layar telepon pintar. Raut yang akan selalu
terpaut walau jarak dan waktu memisahkan. Senyum dan tawa masih terukir, saling
tatap tanpa cemas, dan hanya doa teriring semoga bisa melalui ini dengan sehat.
Wajah emakku jauh di Ciamis nampak gembira dengan piring yang ada
di hadapannya. Rupanya sedang sarapan saat ponselnya berbunyi mengajak video
call. Wajah yang akan dirindu karena ia mampu segarkan suasana. Celetukannya
yang spontan dan tak dibuat-buat mampu mengajak perut ini sakit karena menahan
tawa. Beberapa aksinya saat berbincang hangat sempat diabadikan lewat kamera
video ponselnya atau milik kawan yang lain. Gayanya yang khas ketika bicara pun
sudah membuat kami tertawa. Perjuangannya menempuh perjalanan dari rumah di
dusun Cariu Ciamis tak membuatnya mengeluh untuk mengabdi.
Jarak tempuh yang jauh inilah yang membuat ia selalu menampilkan ciri khasnya. Apakah itu? Setumpuk nasi di tupperware berwarna oranye. Kalau melihat, jangan heran kalau warna oranyenya sudah mulai memudar. Tapi ingat, mereknya itu lho, tupperware, dan kita pun bisa tertawa bersama, hahaha. Nasi segitu kita santap sama-sama, lauknya dari kawan lain yang menggondolnya dari rumah. Jika tidak, kami akan beli bareng-bareng berupa gehu, bala-bala, pecel itu sudah lebih dari cukup dibanding kebersamaan yang kami bangun. Salah satu perempuan
pejuang yang menjadi inspirasi. Semoga sehat selalu ya, Mak, dan kita bisa
berjumpa lagi.
Lain lagi dengan perempuan tangguh yang satu ini. Ia pekerja keras,
bisa jadi sangat keras. Perjuangannya memenuhi kebutuhan hidup ia dan anaknya
semata wayang tak bisa disangsikan lagi. Menatapnya lewat layar ponsel membuat
kami tertawa. Mengapa? Ia kadang konyol, namun ia cerdas sebagai pribadi
pembelajar. Kecerdasannya tercermin dari jok-joke ringan yang selalu meluncur dari lisannya. Kata para ahli, salah satu ciri orang yang cerdas adalah mereka yang punya rasa humor yang tinggi. Ia sepertinya tak pernah kehabisan kata dan ide jika obrolan kami telah penuh dengan candaan.
Tak pernah ia mengeluh dengan keadaannya. Satu hal yang sangat
salut dan sulit dipercaya, ia selalu berbagi dengan sesama. Tidak pernah pelit
jika ada rejeki, tak pernah itungan ketika berbelanja. Banyak belajar darinya
tentang arti ketulusan. Pernah ia mengkhawatirkan keadaan seorang anak didik
yang hanya dirawat oleh neneknya di rumah yang tak layak huni bagi sebagian
besar manusia. Sering melihatnya memberi uang jajan atau ongkos untuk anak
didik tersebut. Haru, dengan keadaannya ia masih mampu berbagi. Itu yang
menjadikan hati ini lunak untuk selalu berbagi dengan sesama tanpa harus
berhitung dan dihitung. Satu hal yang selalu dipanjatkan untuknya, agar Allah
berkenan mengutus hamba-Nya yang saleh untuk jadi pendamping hidupnya.
Perempuan ketiga adalah perempuan modis. Ah, kalau ini penyuka
India yang bisa dikatakan fanatik. Wajahnya pun mirip salah satu pemain
Bollywood yang terkenal. Karena itu kadang ia kupanggil Sri Devi. Kecintaan
terhadap India terlihat dari lagu yang ia putar kala mengerjakan sesuatu di
komputer jinjing. Kadang merasa risi, hahaha... karena penulisa bukanlah
penikmat lagu apalagi film India. Cantik wajahnya selalu berserasi dengan
assessoris dan pakain yang dipakai. Masalah barang branded, ia bisa jadi
acuannya, mulai dari tas, jam tangan, dompet, sampai sepatu. Dengan keadaannya
seperti itu, ia pun menjadi salah satu kawan yang dermawan, senang berbagi, apa
pun itu. Soal makanan sih, sudah tak berbilang, malah ia suka menjajani kami
kudapan saat istirahat. Pribadi yang mau belajar, tak malu bertanya, saat
ditegur suatu hal pun berhati lebar dan berpikiran positif.
Ah, bercerita tentang kalian jadi sedih. Haru, dengan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki selalu menjadi pelengkap dan pemanis kehidupan yang
dijajaki. Ciamis, Salau, Cikunir, Singaparna teramu jadi satu, seolah tak rela jika satu
sama lain terurai. Lama mungkin kita akan jumpa lagi, tapi hati tetap menyisakan
ruang untuk mengingat kalian. Semoga wabah ini cepat berlalu dan kita bisa
bersua dengan apa adanya kita dahulu. Berteman, berkawan, bersahabat, bersenda
gurau, serta berbagi. Satu yang selalu kupanjatkan agar kalian beserta kawan
yang lain selalu sehat wal afiat dan diberkahi. Maafkan salah yang pernah
terjadi, masuki Ramadhan dengan jernih hati. Semoga selepas Idul Fitri kita
akan bersama lagi berbagi kembali, amin.
A_Kar
Singaparna, 17 Maret 2020
#harikeduaimbascorona