Kamis adalah hari tersantai dari sekian hari yang dimiliki di
jadwal efektif belajar. Hanya dua kelas jadwal yang ada di hari ini. Jam
sembilan pagi ini sudah agak santai karena kelas pagi pun telah usai. Sejenak
melihat keluar jendela, jalan memang tak banyak dilalui lalu lalang orang.
Biasanya di jam seperti ini orang-orang yang pergi ke pasar sedari pagi telah
pulang ke rumah masing-masing. Tempat tinggal ini memang hanya berjarak lebih
kurang 300 meter dari alun-alun. Lokasi pasar biasa berada di seputarnya
berdampingan dengan terminal dan berseberangan dengan masjid agung dan gedung
dakwah.
Pandangan dikembalikan ke layar monitor, menekuni kembali tugas
bekerja di rumah. Tak berapa lama sayup terdengar beberapa tetanggan mulai
menyiarkan pita suaranya. Sekonyong-konyong tertangkap telinga sebuah
percakapan menarik. Sang tetangga bertanya pada seorang ibu yang baru saja
pulang dari pasar. Kira-kira seperti ini percakapan mereka yang terdengar.
“Ceu teu sieun kaluar ti bumi?”,, tetangga seperti itu berujar.
“Atuda ek kumaha? Da urang mah boga niat hade kaluar ti imah teh,
Allah ge Maha Uninga. Maenya ku niat hade Allah moal nangtayungan.”
Itu sekilas percakapan yang bisa ditangkap gendang telinga. Demi
mendengar itu, hati terasa miris.
Bagaimana program pemerintah akan berhasil memutus mata rantai penyebaran virus
ini jika memang situasi dan kondisi tidak meyakinkan sebagian orang untuk
tinggal di rumah. Terlintas di dalam benak, apakah orang-orang yang sengaja
tinggal di dalam rumah tak punya niat baik? Ah, mungkin hal ini tak bisa
diperdebatkan karena beberapa hal akan menjadi sebuah pembenaran di atas banyak
alasan.
Yang tetap tinggal di rumah, tentu memililki niat baik untuk patuh
pada anjuran pemerintah. Yang meninggalkan rumah di saat wabah pun tentu punya
alasan untuk mencari penghidupan dan kehidupan. Semua memiliki alasan
masing-masing dan satu sama lain tidak boleh saling menghakimi tanpa paham
substanti. Mereka semua punya niat baik, namun ada yang sesuai dengan aturan
yang diberlakukan dan ada yang tidak.
Keduanya
memiliki resiko masing-masing baik atau buruk tanpa melihat tepat atau tidak
tepat. Yang berdiam #dirumahaja bukan berarti lebay, parno, atau bahkan tidak
beriman. Yang keluar rumah juga bukan berarti bermaksud melanggar, terlalu PD,
atau beriman teguh. Tidak, keduanya pada tataran pemahaman, selain cangkang
semua hal itu ada isinya. Pemahaman terhadap isi inilah yang seharusnya dibumikan,
disadarkan, dibahas, dan dikupas tuntas. Apakah kita selama ini hanya berebut
dan berdebat cangkang saja tanpa isi? Jawab saja sendiri.
A_Kar
A_Kar
Singaparna, 19
Maret 2020
#imbascoronahariketiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar