Hari ini adalah salah satu hari tergalau. Surat edaran yang
menyatakan bahwa mulai saat ini seluruh KBM dan PBM dialihkan ke rumah
menjadikan warga belajar di sekolah kami tidak karuan. Antara menyeimbangkan
diri dengan anjuran kemendikbud atau ikut aturan yang dikeluarkan oleh kepala
kantor kemenag kabupaten tempat para pengajar mengembalikan hal kedinasan.
Sambil memantau keadaan lewat whatsapp grup, akhirnya memutuskan diri berangkat
ke sekolah sambil menunggu dan memperbarui informasi kedinasan dari sekolah.
Tampak sebagian besar anak didik telah menjaga diri dan jarak untuk
tidak ke sekolah. Terlihat hanya beberapa orang yang lalu lalang di sekolah,
padahal hari ini hari Senin. Pemberitahuan pemerintah untuk merumahkan kegiatan
belajar mengajar, telah sampai juga di hadapan mereka. Walhasil, hanya sekian
persen anak didik yang masih setia untuk melangkah ke sekolah.
Beberapa hari dan malam yang lalu memang ada beberapa anak didik
dan sebagian orang tua/wali yang mengontak lewat aplikasi whatsapp. Semua
menanyakan keberadaan dan kebenaran hari ini untuk di rumah saja. Padahal,
jawaban yang diberikan adalah untuk tetap hadir di sekolah, sampai pihak
sekolah memberikan surat resmi terkait pengalihan tempat belajar ini karena
pandemi covid-19. Ah, nyatanya mereka telah mengambil langkah awal yang jitu.
Sehingga para pengajar pun hanya tinggal mengatur dan memberi arahan tentang
keputusan pemerintah ini. Tak sekedar itu, memahamkan mereka akan arti belajar
dari rumah lebih ditekankan. Hal ini perlu disampaikan agar pesan pemerintah
untuk meminimalkan pemutusan penularan covid-19 ini efisien terlaksanakan.
Semua benak yang ada dalam ruangan guru pun tercenung. Beberapa
anak didik yang tak hadir hari ini, tidak bisa memberikan para pengajar tatap muka
dahulu. Siapa yang akan menyangka jika beberapa hari yang telah berlalu di
bulan ini merupakan jumpa akhir yang tak pernah dikira. Itu yang ada di pikiran
para pengajar saat itu. Pesan jaga kesehatan, atur pola makan, istirahat, dan
gerak menjadi pesan inti wejangan hari ini. Terselip salam dari seluruh civitas
bagi orang tua/wali masing-masing anak didik.
Sekolah pun sepi sebelum waktu biasa harus membubarkan diri.
Suasana menjadi lain karena di balik semua itu ada kecemasan di masing-masing
pikiran. Seperti apa pandemi nanti melanjutkan kisah hidup masing-masing. Ia
mulai memberi jarak antara anak-anak dengan sekolah, teman, dan guru. Ia pun
telah memberikan spasi fisik antara para staf pengajar, karywan, dan seluruh
tenaga kependidikan. Ia telah memberikan peringatan dini untuk tetap waspada
pada penularannya yang begitu dahsyat. Ia memberikan pesan untuk bisa berdiam
diri menerima kenyataan untuk diam di rumah. Ia pun telah melemparkan beribu
tanya akan sampai kapan ini akan seperti ini.
Kesempatan pun saat itu menjadikan bimbang dengan berderet
pertanyaan. Selanjutnya akan apa dan bagaimana. Belum terbayang menuntaskan
seluruh rangkaian program kerja yang telah disusun di awal tahun. Rangkaian
penerimaan peserta didik baru, kegiatan penyegaran para pendidik dan tenaga
kependidikan, Ujian Akhir kelas XII dan sebagainya. Bisa jadi tertunda, dengan
pertanyaan bawaan, sampai kapan? Atau tidak akan ada sama sekali dengan
pertanyaan dialihgantikan oleh apa? Jawaban prediksi sesaat belum muncul.
Teringat teman-teman yang tidak memiliki jadwal hari Senin. Entah
kapan lagi bisa bertemu. Tidak sempat menuntaskan cerita yang tertunda di pekan
lalu. Entah ceritanya nanti akan jadi basi, kadaluarsa, atau malah menghilang
sama sekali. Harus memenggal kenangan sesaat rupanya. Biasanya ruangan ini akan
penuh riuh dan pikuk, canda dan tawa, apalagi jika jam istirahat tiba. Segala
aktivitas muncul di dua puluh menit durasi istirahat yang ada. Cerita anak
didik yang dibawa dari kelas sampai pilihan panganan untuk isi perut kala rehat
berlangsung. Semua akan mengisi ruangan ini dengan riuh rendah. Sekelebat
terbayang acara makan-makan dengan menu yang dibawa dari rumah masing-masing. Mengingatnya
kembali akan jadi isi kepala di beberapa hari mendatang.
Akhrinya, para pengajar pun kembali ke rumah masing-masing lebih
awal. Perbincangan kehampaan muncul menyikapi situasi yang akan dihadapi ke
depan. Namun, harapan harus selalu ada. Jika para guru sang pengajar pelajaran
dan pendidik pekerti kehilangan asa, apatah yang akan terjadi pada anak didik?
Minimal harapan masih bisa bersua kembali seperti rajutan kenangan di masa yang
telah dilalui maksimal wabah corona ini semoga cepat berlalu. Berganti dengan
kehidupan yang baru penuh ceria, berbekal pengalaman di masa wabah seperti ini.
Sebuah mimpi membentuk tatanan baru dari sebuah peristiwa menjadi hikmah yang
didambakan dan semoga terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar