Senin, 06 Januari 2020

Individu yang Sabar


Menjadi orang yang bisa menerima kekurangan orang lain itu adalah orang yang hebat. Ia mampu menahan diri untuk tidak ingin diterima dan dielukan orang. Sikap rendah hati yang luhur terwujud dari pribadi yang mau menerima segala bentuk dari lawan bergaul. Baik berupa, kekurangan, kelemahan, pendapat, pikiran, dan lain sebagainya. Mampu menjadi individu seperti itu tidak mudah. Banyak proses yang harus dilalui. Salah satu tahapannya adalah bersabar. 

Bersabar merupakan ajaran agama yang agung. Sifat tersebut mampu membentuk seseorang untuk bisa menahan diri. Bisa mengerem untuk tidak balas mencaci saat dihina. Tidak langsung reaktif atas perbuatan tak mengenakan yang dialami. Bisa menjaga lisan agar tak menyakiti lawan bicara saat hatinya tergores kata lawan. Bersabar kunci dari segala perilaku baik.

Tak banyak orang yang bisa melakukan hal tersebut. Masih saja emosi negatif datang spontan saat menerima sesuatu yang tak sesuai dengan angan-angan. Oleh sebab itu, sangat wajar jika Tuhan memang berkehendak untuk bersama orang yang sabar. Karena sabar memang tidak mudah.

Agar sabar menjadi perhiasan diri, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah mencoba merenung akibat yang akan terjadi bila tidak bersabar. Berpikir tentang reaksi yang timbul dan yang akan terjadi merupakan salah satu langkah bisa diupayakan. Jika sabar merupakan kuncinya, maka akan selamatlah. 

Sabar memang tak ada batasnya. Sebuah kata hikmah mengajarkan, bukanlah sabar jika masih ada batas. Memang seperti itu, bersabar merupakan perangai yang harus selalu tampil dalam segala sisi kehidupan. Kehidupan sendiri penuh banyak dugaan dan ujian. Jika bukan sabar yang menjadi tameng, bekal apa lagi yang akan dijadikan andalan. Sabar harus ada di setiap helaan nafas, karena ujian datang pasti tak akan pernah terduga.

Kala masih bertanya, "saya sudah bersabar? Tapi mengapa Tuhan masih terus menguji saya? Tak adakah celah untuk saya bisa berlega menikmati hidup?" Oh, tidak. Kesabaran manusia bukan untuk Tuhan, tapi untuk manusia sendiri. Mari berhitung dan merenung, sudah sehebat apakah penghambaan diri terhadap Sang Pencipta? Sudah baguskah, maksimal, dan optimal? Berapa banyak intensitas  menghamba padaNya, lalu bandingkan dengan kelalain yang sering diperbuat? Sebandingkah? Nah, di sini letak sabar berada. Ia akan mengisi pundi-pundi pahala yang sering bocor akibat kelalaian yang diperbuat. Ia akan memenuhi kotak amal perbuatan baik kala masing sering melakukan dosa yang sebenarnya disadari namun luput untuk ditanggalkan. Sabar jadi senjata untuk memupuk pahala.

Saat perenungan sampai pada perbandingan penghambaan pada Sang Khalik dengan perbuatan buruk yang dilakukan, maka sabar harus dijalani dengan sebaik mungkin. Salat yang didirikan, puasa yang ditunaikan, zikir, tilawah, dan lain-lainnya belum tentu pahalanya bisa digapai kelak. Semua bisa jadi bocor tercecer akibat ulah diri sendiri yang menggunjing, merasa bangga, merasa baik dan sebagainya. Sabar, bisa jadi amalan andalan, dan dari sabar itu pahala bisa dipetik. Bersabarlah dengan baik, tanpa harus diungkapkan tapi tercermin dalam perbuatan. Jadikan sabar sebagai amalan andalan, semoga dari amal ini pahala bisa dipetik kelak di hari pembalasan. Lalu, masih ragukah jadi individu yang sabar?



#30DWCDay26
#30DWCJilid21
#30DWCJilid21Squad6
@Pejuang30DWC
#akarmenulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar