Angkot Bandung
Hari
Sabtu, turun dari Setiabudhi di wilayah Bandung utara menuju ke arah kota. Niat
hati menuju Palasari, kawasan bursa buku murah di kota Bandung. Menyengaja pagi
dari tempat saudara agar bisa naik angkot namun bisa tepat waktu di tempat
tujuan. Semua angkot kota Bandung rata-rata berwarna hijau. Untuk membedakan
trayek angkutan pemerintah kota Bandung membedakannya dari warna cat yang
melintang di bagian bawah badan angkot, kalau tidak keliru, mengingatnya dengan
kata selendang. Ada yang berselendang warna merah dengan angka 01 jurusan Cicaheum
– Ledeng via Binong, yang berselendang hitam trayek CIcaheum – Ledeng via Aceh,
yang biru trayek Kebon Kalapa – Ledeng dan lain-lain.
Menikmati
kembali Bandung di pagi hari melalui kaca jendelanya. Belum macet karena hari
masih pagi. Angkot yang ditumpangi masih kosong. Lalu ada seorang gadis
berhijab turut naik bersama, akhirnya kami pun berdua. Sepanjang jalan beberapa
orang naik dan turun. Karena jalanan masih lengang, tak ada jebakan macet yang ditemui. Hawa masih sejuk, dan udara
yang dihirup masih terasa segar. Isi angkot yang melompong tak mengubah mood
pagi itu. Tak ada sesak apalagi aroma lain selain wangi sabun atau parfum dari penumpang
yang naik turun. Tersadarkan sesaat, ternyata angin yang menyelinap lewat celah
jendela mampu mengatupkan kelopak mataku pelan-pelan. Dibuanglah kantuk itu
dengan iseng menjepret isi angkot dengan kamera ponsel.
Kekosongan angkot membawa pada aktivitas yang lebih leluasa. Dengan santai satu persatu tempat yang dilewati diamati dengan cermat. Mengeja dan mengenang kembali beberapa tempat yang sempat hapal. Berbagai perubahan alih tempatpun terjadi, sehingga membuat ingatan berpitar untuk menemukan celah jawaban tempat yang kini asing di ingatan. Terasa perjalanan ini lebih panjang dari sangkaan semula. Sampai pada akhirnya, di tempat
yang tepat akhirnya turun. Terbaca dengan jelas nama jalan di sisi kiri angkot,
P.H.H. Mustofa. Diserahkanlah sejumlang uang kepada bapak yang duduk di
belakang kemudi. Pak sopir itu tak berkata apa-apa, yang terlihat ia hanya
melongo seraya menepuk jidatnya, demi mendengar, “Ternyata saya salah naik
angkot, Pak”.
#30dwcjilid20day5
@30pejuangdwc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar