Senin, 21 Oktober 2019

Angkot Akhir Pekan


Angkot Bandung


Hari Sabtu, turun dari Setiabudhi di wilayah Bandung utara menuju ke arah kota. Niat hati menuju Palasari, kawasan bursa buku murah di kota Bandung. Menyengaja pagi dari tempat saudara agar bisa naik angkot namun bisa tepat waktu di tempat tujuan. Semua angkot kota Bandung rata-rata berwarna hijau. Untuk membedakan trayek angkutan pemerintah kota Bandung membedakannya dari warna cat yang melintang di bagian bawah badan angkot, kalau tidak keliru, mengingatnya dengan kata selendang. Ada yang berselendang warna merah dengan angka 01 jurusan Cicaheum – Ledeng via Binong, yang berselendang hitam trayek CIcaheum – Ledeng via Aceh, yang biru trayek Kebon Kalapa – Ledeng dan lain-lain.

Menikmati kembali Bandung di pagi hari melalui kaca jendelanya. Belum macet karena hari masih pagi. Angkot yang ditumpangi masih kosong. Lalu ada seorang gadis berhijab turut naik bersama, akhirnya kami pun berdua. Sepanjang jalan beberapa orang naik dan turun. Karena jalanan masih lengang, tak ada jebakan macet  yang ditemui. Hawa masih sejuk, dan udara yang dihirup masih terasa segar. Isi angkot yang melompong tak mengubah mood pagi itu. Tak ada sesak apalagi aroma lain selain wangi sabun atau parfum dari penumpang yang naik turun. Tersadarkan sesaat, ternyata angin yang menyelinap lewat celah jendela mampu mengatupkan kelopak mataku pelan-pelan. Dibuanglah kantuk itu dengan iseng menjepret isi angkot dengan kamera ponsel.

Kekosongan angkot membawa pada aktivitas yang lebih leluasa. Dengan santai satu persatu tempat yang dilewati diamati dengan cermat. Mengeja dan mengenang kembali beberapa tempat yang sempat hapal. Berbagai perubahan alih tempatpun terjadi, sehingga membuat ingatan berpitar untuk menemukan celah jawaban tempat yang kini asing di ingatan. Terasa perjalanan ini lebih panjang dari sangkaan semula. Sampai pada akhirnya, di tempat yang tepat akhirnya turun. Terbaca dengan jelas nama jalan di sisi kiri angkot, P.H.H. Mustofa. Diserahkanlah sejumlang uang kepada bapak yang duduk di belakang kemudi. Pak sopir itu tak berkata apa-apa, yang terlihat ia hanya melongo seraya menepuk jidatnya, demi mendengar, “Ternyata saya salah naik angkot, Pak”.



#30dwcjilid20day5
@30pejuangdwc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar