Kamis, 31 Oktober 2019

Menjadi Seorang Tua

Kita gak pernah tahu apa yang menimpa anak-anak kita di tanah rantau saat kita melepas mereka menuntut ilmu di sebuah pesantren. Banyak hal yang mampir di benak kita bahwa anak-anak baik-baik saja tinggal di pondok. Padahal bisa jadi mereka memiliki setumpuk masalah dalam pikiran. Kita gak akan pernah bisa menerka bagaimana anak-anak menjalani kehidupan 24 jam penuh bersama sederet aturan yang ditetapkan. Kecuali teman-temannya ynang hidup membersamai keberadaan napas mereka.

Melakukan hal yang tak selaras aturan bisa jadi terjadi dan dilakukan anak-anak. Entah karena alasan dan sebab apa mereka melakukan hal tersebut, hanya anak-anak yang tahu. Semua orang pasti memiliki itikad baik untuk tidak melakukan hal yang mengecewakan orang tua. Namun, kehidupan tak bisa sepenuhnya mulus mereka jalani. Pengaruh teman, kejenuhan yang menimpa, kelelahan yang mendera, media curhat yang terbatas, komunikasi dengan orang tua yang berjangka, bisa jadi membuat sebagian santri menggunakan hal-hal tersebut sebagian alasan mengabaikan aturan yang ditetapkan.

Kelebaran hati dan keluasan jiwa orang tua menjadi kunci utama menghadapi masalah anak pondok seperti di atas. Apalagi di zaman sekarang ini manakali gadget menjadi barang yang telah menemani kehidupan remaja. Ketergantungan, media pelepas jenuh, dan saran curhat menjadi alasan penggunaan gadget bagi mereka. Tak ayal kemudian, hal-hal di atas menjadikan sebagian anak pondok tak mengindahkan aturan yang ditetapkan untuk tidak menyimpan alat komunikasi tersebut diam-diam di asrama. Pihak pondok pasti memiliki berbagai alasan atas pelarangan tersebut.

Saat anak-anak terjebak masalah yang dipaparkan di atas, yang dilakukan orang tua adalah memahami keadaan jiwa mereka. Kemarahan yang kita miliki dan terluap dari lisan, tak akan bisa menjadi solusi jitu, bahkan justru akan jadi bumerang bagi anak untuk leluasa curhat dengan orang tua. Memahami permasalahan mereka, merasakan kondisi pikiran mereka, empati terhadap perasaan-perasaannya merupakan kunci dalam menyelesaikan permasalahan remaja yang mondok di pesantren. Membuat mereka nyaman berkomunikasi masalah yang mereka hadapi adalah hal utama agar mereka tak lari bercerita masalah kepada orang yang tidak tepat. Walaupun orang tua akan dihinggapi rasa kecewa. Itu lebih baik mereka lakukan, daripada  mereka bersembunyi di balik alasan ketakutan akan kemarahan orang tua. Posisi sebagai orang tua adalah memahami secara mendalam kondisi kejiwaan anak-anak. Itu penting daripada memarahi mereka atas perbuatan mereka yang melanggar aturan.

Jiwa remaja saat ini membutuhkan tempat yang benar-benar nyaman untuk mereka curhat. Pastinya orang tua harus menjadi individu yang paling depan untuk itu. Jangan sampai mereka curhat kepada orang yang tidak tepat, itu malah akan menjadi masalah beruntun yang mengikutinya. Menyimak tuturan buah hati terhadap apa yang dalam perasaannya sore ini. Membuat hati lega ketika ia berani berterus terang dengan lapang dan nyaman. 

Tak perlu marah apalagi menghujat. Zaman mereka saat ini tak sama dengan zaman orang tua hidup di masanya saat remaja dilalui. Kita tak pernah tahu apa yang hinggap dalam pikiran dan hidup anak-anak kita, hanya empati yang dibutuhkan menghadapi hal tersebut dan menanamkan jiwa tanggungjawab terhadap resiko yang akan dihadapi anak-anak setelah itu. Menjadi orang tua zaman sekarang memang harus lebih maju daripada kondisi zaman itu sendiri. Jika tidak, maka akan banyak kecewa menyapa jika kita siap juga menghadapi sebab majunya zaman terhadap buah hati kita. Jadilah orang tua yang bijak, penuh kehangatan, dan nyaman bagi mereka agar mereka tidak mudah mengungkapkan masalah mereka kepada orang yang tidak tepat.

#30dwc
#30dwcjilid20day14
#30dwcjilid20squad1
@30pejuangdwc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar