Jumat, 25 Oktober 2019

Dua Sahabat, Satu Visi Satu Misi


Malam ini kulewati dengan percakapan whatsapp bersama dua nama yang begitu lekat di ingatan. Sahabat yang selama ini seakan paling mengerti keadaan yang sedang dialami. Paham bagaimana bersikap, bertutur, dan merespon hal yang menimpa. Dua sahabatku ini dua-duanya istimewa, walau  mereka berdua dikenalkan waktu dengan sangat berbeda dan di saat yang sangat jauh berselisih.

Pertama, teman SMP dahulu kala. Orang Jawa Tengah mengenalnya sejak kami masih lucu dan lugu. Tiga tahun bersama menorehkan banyak hal di kenangan kami. Walau tidak enam tahun seperti teman yang lain, tiga tahun itu, terasa beda bersamanya. Ia pindah sekolah saat kami harus berpisah dengan SLTP. Sampai SLTA kami masih bisa saling berkunjung walau Cuma satu tahun sekali. Setelah kuliah, lama tak ada kabar, baru bertahun kemudian kami dipertemukaan saat sudah beranak pinak dan dia saat itu belum berjodoh. Ketika jodohnya tiba, tak sempat mengahadiri pestanya karena saat itu tetiba kami hilang kontak.

Terpisah oleh jarak dan waktu kami dipertemukan kembali lewat FB. Melalui nama yang beliau punya, akhirnya wajahnya pun kukenali. Hari-hari setelah itu bertambah ceria dan cerita. Apalagi ketika telah bertutur dan berkisah masa lalu. Selanjutnya rangkaian persahabatan pun terjalin lancar. Whatsapp memudahkan itu semua. Dengan fasilitas statusnya kami bisa tahu kondisi  terkini masing-masing. Kami selalu saling men-support, nasib yang kemudian lebih mengikat emosional kami. Saling menguatkan ketika masing-masing harus menjalani hidup sebagai pejuang tunggal. Tak mudah memang, dari sini kami juga saling mendoakan satu sama lain. Harus kuat dan menguatkan, itu yang selalu kami tuturkan setiap lelah letih mendera.

Sahabat kedua, dikenalkan oleh keadaan. Ketika akhirnya kami dipertemukan dalam sebuah organisasi tingkat provinsi. Asalnya jauh dari tanah ayam jantan dari timur. Terdampar di tanah Jawa karena turut suami. Bekerja sebagai ASN membuatnya tak sempat untuk dirundung rindu kampung halaman. Mengenalnya baru sekira dua tahun, namun kami seakan telah kenal sejak lama. Berkomunikasi dengannya nyaman. Curhat pun langsung membuat plong. Ah, dia yang baru kukenal ternyata bisa mengerti dengan baik. Memotivasi, memberi jalan keluar, merespon sangat baik curahan hati dan keluh kesah, dia top sangat. Magister psikologi yang ia sandang bisa jadi yang menyebabkannya pandai memosisikan diri dan merespon lawan bicara dengan baik. Ibu dua batita ini merupakan perempuan tangguh. Saat nestapa  menerpa tak ada sedikit pun murung menggelayut. Yang menyamakan kami, karena kami selalu kompak di setiap acara dan kegiatan. Komunikasi mengalir tanpa friksi. Kerja beriringan tanpa harus ada perintah dan kata menunggu. Ide dan konsep di kepala selalu hampir sama. Berkolabarasi dengannya menyenangkan selalu tepat, cermat, teliti, dan sesusai target.

Keduanya istimewa, keduanya punya kesamaan. Kami berkecimpung di organisasi keperempuanan yang sama. Yang satu di Jawa Tengah, menikmati perannya di tingkat kecamatan dan kabupaten. Kami berdua sang magister berada di Jawa Barat berkiprah di tingkat provinsi. Kesamaan itu  yang menjadikan kami lekat satu sama lain. Walau lain tempat, beda adat, namun kesamaan itu yang mengikat kami lebih dalam. Visi dan misi kami menjadi buhul yang terus mengeratkan.



#30dwc
#30dwcjilid20day9
#30dwcjilid20squad1
#30pejuangdwc
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar