Malam mulai terus menanjak. Masih terdengar rintik air menetes dari
susunan genting rumah. Suaranya membuat syahdu, melarutkan setiap jiwa yang
terlelap karena lelah sepanjang hari. Angin dinginpun turut menemani gerimis
ini. Lembut pori-pori ini mengatup, mengusir gigil yang mulai menusuk. Sunyi malam
ini. Ku stel televisi yang tadi kaku membisu. Dinyalakan, sebagai teman tanpa
tanggapan mengiringi jari jemari ini di atas papan ketik.
Beberapa tugas harus diselesaikan. Data satu provinsi memang belum
lengkap, namun bukan berarti hanya bisa berdiam diri. Laporan harus sudah
selesai sebelum fajar Senin muncul di ufuk timur. Semua dokumen yang terdiri
dari empat bagian harus terunggah sempurna sebelum perhelatan nasional pekan
depan digelar.
Rasa bingung mulai menyergap ketika penanggung jawab data tak jua membalas pesan yang telah dikirim sejak
sore tadi. Terlihat whatsappnya beberapa kali ada dalam jaringan. Namun pesan
itu belum terbalas hingga kini. Akhirnya dialihkanlah benak untuk mengerjakan
sesuatu yang lain. Kegiatan yang satu bulan ini harus berkesinambungan
diselesaikan dengan berteman tenggat waktu.
Mengikuti program ini ternyata punya keasikan tersendiri. Selain tenggat
waktu penyerahan tugas, ia memiliki program umpan balik yang tertata apik baik
dari anggota peserta program juga dari mentor sekaligus. Program ini
memberikan nuansa baru pada pengalaman menulis. Isinya mayoritas anak muda yang
bersemangat dalam mengolah pena. Catatan khusus dari program ini adalah
pemimpin kelompok kecil yang memimpin perjalanan program agar selalu mulus. Guardian
ia dinamakan, dan kelompok kecilnya diberi istilah squad.
Guardian inilah yang selalu memberikan nuansa lain di 30 hari
program ini. Jika bertatap muka dengannya bisa jadi pipinya habis dicubiti. Betapa
tidak, ia selalu mengirim pesan pribadi hanya untuk mengingatkan agar tidak lupa menulis sebelum
tenggat waktu yang ditentukan tiba. Jika tidak, maka ia akan memberi semangat agar
tekad semua anggota selalu membara. Kalau dibayangkan, bisa jadi ia pemandu
sorak yang sangat aktif. Membangun semangat tim, memberi motivasi, mengingatkan
tenggat waktu, dan sesekali menyapa manis. Dalam benak, ia tergambar lincah bergerak sambil membawa tutup panci di kedua tangannya lalu dipukulkan
satu sama lain sambil berteriak,
“Ayoo Mak… Jangan kasih kendor…!!!”, xixixi… begitu mungkin ya…
Namanya Sabna Varascara, nama yang sedikit asing bagi mayoritas
orang Indonesia, apalagi orang Sunda. Sayang, tak bisa menatap wajahnya karena foto profilnya berhalang kain penutup wajah. Usianya nampak masih hijau, namun pengalamannya sudah tak bisa dikatakan baru kemarin sore. Dari umpan balik yang diberikan seorang mentor, tulisannya sudah lebih dari standar. Berarti pengalaman menulisnya telah memiliki jam terbang tinggi. Inilah yang disebut tadi di atas bahwa pengalamannya bukan baru kemarin sore. Tampak di salah satu akun media sosialnya ia kini ada di Taiwan.Tak pernah bertanya, apa, mengapa, dan bagaimana ia sampai di tanah orang bermata sipit. Cukup tahu saja ia ada di sana, belum punya niat untuk menelusurinya lebih jauh. Saat ini cukup mengenalnya lewat pesan-pesan singkat di ruang obrolan whatsapp. Selebihnya, tinggal menunggu waktu akan menuntun sampai di mana.
Suatu saat jika Allah ijinkan, ingin
sekali mengenalnya lebih dekat. Tidak hanya ia, tapi anggota squad yang saat
ini membersamai kegiatan ini. Barakallah, Sabna, semoga usia dan usahamu
berkah, Nak. Tak akan lupa namamu, selain unik, kau pun begitu konsisten
memandu, menemani, memimpin kami di squad 1 30 days writing challenge ini. Terimakasih
terucap seiring dingin malam dan rintik hujan menjelang tengah kelam menuju dini hari.
#30dwc
#30dwcjilid20day17
#30dwcjilid20squad1
#akarmenulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar