Siang ini matahari tampak setia memapar bumi. Sengatannya mampu
membuat mata ini memicing. Walau akhir tahun segera akan menjelang. Kalender pun
akan lekas berganti, namun hujan masih enggan membasahi bumi. Padahal dua
hari ini , diawali pagi yang mendung. Sudah terbayang segar air hujan akan
membasuh semesta. Menanti pula sejuk hari di Jawa Barat untuk menebus garang
mentari di Sumatera Selatan.
Sendiri di kendaraan umum, leluasa melihat segala hal yang
ada di luar jendela. Tampak di pinggiran ruas jalan yang kulewati, beberapa
pedagang buah mangga berjajar. Spanduk mereka berisi macam-macam tulisan untuk menjajakan dagangannya. Ada yang menuliskan kualitas super, rugi jika gak beli, paling
murah yang pernah ada, dan lain sebagainya.
Teringat pula perhelatan nasional yang baru saja berlalu di tanah Andalas. Tumpah
ruah arena dengan berbagai macam makanan. Mulai dari makanan pembuka, makanan
utama, dan makanan penutup. Belum lagi ditambah kudapan di sela-sela coffee
break serta buah-buahan. Mengingat itu semua, selalu saja meninggalkan
kesan miris. Betapa tidak, ketika makanan yang dituang di piring tak lantas
habis disantap, ia akan teronggok begitu saja tanpa ada yang memedulikan. Mereka akan berakhir di kantong plastik besar berwarna hitam lalu akan tercampakkan begitu saja.
Saat di sebagian belahan bumi lain masih banyak yang membutuhkan makanan, di sini masih saja ada orang yang berani menyisakannya. Kala di sebagian tanah masih ada orang yang kelaparan, di sini masih saja ada yang tak mengindahkan bahwa makanan bersisa di atas piringnya. Terpikir pula bahwa makanan itu pun akan bersaksi kelak atasnya. Atas apa yang dilakukan manusia terhadapnya.
Saat di sebagian belahan bumi lain masih banyak yang membutuhkan makanan, di sini masih saja ada orang yang berani menyisakannya. Kala di sebagian tanah masih ada orang yang kelaparan, di sini masih saja ada yang tak mengindahkan bahwa makanan bersisa di atas piringnya. Terpikir pula bahwa makanan itu pun akan bersaksi kelak atasnya. Atas apa yang dilakukan manusia terhadapnya.
Entahlah apa yang ada di pikiran mereka. Nasib onggokan
makanan sisa yang sebenarnya mereka ambil sendiri. Ketika makanan itu bertengger di atas tempat makan, tentu diambil dengan penuh kesadaran.
Beberapa kali sudah mendapat giliran antre makan di bagian akhir. Walhasil, buah-buahan pun tak bisa dicicipi. Saat yang sama di meja lain, tergeletak sepi potongan buah tersebut di piring kertas. Hanya bisa memandangi saja. Kasihan sekali, orang yang antre belakangan bisa jadi hanya mampu menelan ludah melihat potongan buah yang tergeletak begitu saja.
Beberapa kali sudah mendapat giliran antre makan di bagian akhir. Walhasil, buah-buahan pun tak bisa dicicipi. Saat yang sama di meja lain, tergeletak sepi potongan buah tersebut di piring kertas. Hanya bisa memandangi saja. Kasihan sekali, orang yang antre belakangan bisa jadi hanya mampu menelan ludah melihat potongan buah yang tergeletak begitu saja.
Suatu ketika menyempatkan antre lebih awal agar tidak dapat giliran
akhir. Demi menghormati teman lain yang ada di belakang, dicukupkan saja
mengambil sekerat daging. Keratan itu pastilah akan dihitung sesuai dengan jumlah
peserta. Namun saat mendaratkan tubuh ini di kursi meja makan, tampak tiga buah
kerat daging berpadu di sebuah piring yang penuh sesak dengan aneka lauk lainnya. Belum lagi terlihat tumpukan buah yang memenuhi kapasitas sebuah tempat makan tuppy.
Batinku membisikkan sesuatu.
“Siapa tahu di antara tiga kerat daging itu ada hak orang
lain yang tak sengaja termakan”.
Aslinya ingin sekali menepis bisikan hati agar netral. Menghindarkan diri menghakimi sesama mahluk. Namun ternyata hal itu susah diupayakan. Mata ini tak bisa lepas dari pemandangan yang ada di seberangnya. Dialihkanlah segera pandangan ke sisi lain, terlihat antrean masih panjang. Sengaja melirik beberapa
wadah lauk yang tertata apik di atas meja.
"Semoga Allah cukupkan mereka yang antre di bagian belakang dengan apa yang mereka dapat saat itu," batin pun berbisik.
Terpikir konsep berkah dalam kehidupan. Bukankah berkah itu tidak harus banyak, namun bisa cukup dan memuaskan? Bukankah keberkahan itu didapat atas rasa tak ada yang terzalimi dan terebut haknya? Berkah itu menambah derajat kebaikan bagi para pelaku dalam melakukan segala hal. Mungkin hal inilah salah satu yang jadi penyebab keberkahan masih belum bisa dicapai di negeri ini.
"Semoga Allah cukupkan mereka yang antre di bagian belakang dengan apa yang mereka dapat saat itu," batin pun berbisik.
Terpikir konsep berkah dalam kehidupan. Bukankah berkah itu tidak harus banyak, namun bisa cukup dan memuaskan? Bukankah keberkahan itu didapat atas rasa tak ada yang terzalimi dan terebut haknya? Berkah itu menambah derajat kebaikan bagi para pelaku dalam melakukan segala hal. Mungkin hal inilah salah satu yang jadi penyebab keberkahan masih belum bisa dicapai di negeri ini.
Demi makanan yang teronggok di atas beberapa piring. Kutatap
raut muka orang-orang yang antre belakangan. Tampak sendu dan mendung tatapan mereka mendapati
tempat menu makanan dan buah potong yang hanya menyisakan bagian pinggirannya saja. Belum lagi kudapan yang sudah lenyap dari tempatnya sebelum sempat mereka antre. Siapa nanti yang
akan jadi pengusap mendung itu? Jika bukan kesadaran semua pihak akan
keberkahan makan dan makanan. Ambil secukupnya agar yang lain di belakang kita
bisa merasakan kenikmatan makanan yang disantap. Ambil porsi yang cukup untuk kapasitas perut. Lebih baik menambah jika merasa kurang daripada harus tersisa. Semoga keberkahan selalu
menaungi, saat ada peduli dan empati pada sesama, walaupun itu hanya berbentuk
makanan.
#30dwc
#30dwcjilid20day27
#30dwcjilid20squad1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar